2014

Home » Blog » 2014 » Pembangunan Industri Berkelanjutan di Indonesia Berlandaskan Pemikiran Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo

09-06-14

Pembangunan Industri Berkelanjutan di Indonesia Berlandaskan Pemikiran Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo



  • Bahasa Indonesia
  • English

Sambungan dari tulisan sebelumnya (Seri: 3)

Belajar Implementasi Pasal 33 UUD 1945 dari Korea Selatan

Tulisan pada seri ini (seri: 4-terakhir) akan membahas strategi implementasi Pasal 33 UUD 1945 menggunakan Kasus Korea Selatan yang secara konsisten dan tegas telah menerapkan Pasal 33 UUD 1945 itu, sedangkan Indonesia BELUM menerapkannya karena masih berwacana teruuuuss!

Para pendiri Negara Indonesia (Founding Fathers) TELAH MEYAKINI, jika bangsa Indonesia ingin MAJU dan BERKEMBANG PESAT, maka sistem perekonomian Indonesia HARUS menerapkan Pasal 33 UUD 1945. Namun sayang generasi penerusnya dimulai dari mantan presiden Soeharto dan presiden-presiden sesudahnya sampai tahun 2014 TIDAK KONSISTEN dan KONSEKUEN untuk menerapkan Pasal 33 UUD 1945 itu. Apakah Presiden 2014-2019 akan menerapkannya secara KONSISTEN dan KONSEKUEN? Hanya Tuhan (Allah SWT) dan Presiden TERPILIH pada 9 Juli 2014 yang TAHU! Wallahualam bissawab.

Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo adalah orang yang KONSISTEN dan TAAT pada UUD 1945, sehingga semasa hidupnya beliau terus-menerus MEYAKINKAN kepada semua orang bahwa Pasal 33 UUD 1945 HARUS diterapkan secara KONSISTEN dan KONSEKUEN bersama dengan strategi industrialisasi berorientasi ekspor. Meskipun “Anjing Menggonggong, Kafilah Tetap Berlalu”, penulis TETAP KONSISTEN dan KONSEKUEN ikut meneruskan GAGASAN Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo (Alm) itu. Meskipun Korea Selatan TIDAK MEMILIKI UUD 1945, namun negara itu TELAH BERHASIL menerapkannya sejak 1950-an selepas kemerdekaannya dari Jepang. Langkah pertama yang dilakukan selama 1950-an adalah melakukan “Land Reform” secara besar-besaran, kemudian mendirikan koperasi pertanian pada tahun 1961.

Jika mendengar kata koperasi di Korea Selatan, jangan membayangkan seperti koperasi di Indonesia yang juga selalu menghadapi masalah Mis-Management dan KETIDAK-PERCAYAAN dari anggota-anggota koperasi, karena para pengurus koperasi yang tidak profesional.

Koperasi pertanian di Korea Selatan bernama National Agricultural Cooperative Federation (NACF) didirikan untuk mendukung pembangunan ekonomi dan industri Korea Selatan. Informasi tentang NACF dapat dilihat dalam website berikut:

Jumlah koperasi di Korea Selatan pada Februari 2012 adalah 1.167 buah dengan perincian: Koperasi Regional (968 buah); Koperasi Komoditas Pertanian untuk buah-buahan (25 buah), sayur-sayuran (17 buah), hortikultura (3 buah); Koperasi Peternakan Regional (118 buah); Koperasi Susu (13 buah), Koperasi Babi (7 buah), Koperasi Unggas (2 buah), Koperasi Pemeliharaan Lebah (1 buah), Koperasi Kelinci dan Rusa (1 buah); dan Koperasi Komoditas Ginseng (12 buah).

Selanjutnya koperasi-koperasi di Korea Selatan jangan dibayangkan seperti Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia, karena omzet penjualan dari koperasi-koperasi itu melebihi konglomerat-konglomerat di Indonesia.

Sebagai perbandingan pada tahun 2010 (sumber: Global300 Report) omzet dari NACF adalah USD 32.39 Milyar atau setara dengan +/- Rp. 382 Trilyun berada nomor 3 di dunia. NACF hanya kalah dari dua koperasi Jepang yaitu: Nomor 1 dunia Zen-Noh (National Federation of Agricultural Cooperative) dengan omzet 2010 sebesar USD 56.99 Milyar (+/-Rp. 672 Trilyun) dan Nomor 2 dunia: Zenk-yoren dengan omzet 2010 sebesar USD 52.33 Milyar (+/-Rp. 617 Trilyun).

Bandingkan dengan omzet penjualan dari perusahaan konglomerat di Indonesia pada tahun 2010, yaitu: Astra International (Rp 130 Trilyun), Telkom (Rp 68 Trilyun), Bank Rakyat Indonesia (Rp 50 Trilyun), HM Sampoerna (Rp 43,5 Trilyun), Bank Mandiri (Rp 43 Trilyun), Bumi Resources (Rp 39 Trilyun), Indofood Sukses Makmur (Rp 38 Trilyun), Gudang Garam (Rp 37,5 Trilyun), United Tractors (Rp 37 Trilyun), dan Bank Central Asia (Rp 28 Trilyun).

Jika perusahaan-perusahaan konglomerat Indonesia di atas dibandingkan dengan perusahaan konglomerat Korea Selatan, ibarat membandingkan petinju kelas layang (Indonesia) dengan petinju kelas berat (Korea Selatan). Omzet penjualan Samsung Electronics dan LG Electronics (dua perusahaan raksasa Korea Selatan) pada tahun 2010 adalah: Samsung Electronics sekitar USD 134 Milyar (+/-Rp.1.581 Trilyun) dan LG Electronics sekitar USD 55 Milyar (+/-Rp. 649 Trilyun). Bandingkan dengan cadangan DEVISA Indonesia per Februari 2014 yang hanya sekitar USD 103 Milyar (+/- Rp. 1.215 Trilyun) dan total ekspor migas dan non-migas Indonesia pada tahun 2010 yang hanya sekitar USD 158 Milyar (+/- Rp. 1.864 Trilyun). Lihat saja bahwa total ekspor (migas + non-migas) Indonesia pada tahun 2010 lebih rendah daripada penjualan dua perusahaan raksasa Korea Selatan (Samsung & LG). Nilai rupiah (Rp) apabila dibandingkan dengan Won (Kr.Won) juga seperti petinju kelas layang (Rp) dibandingkan dengan petinju kelas berat (Kr.Won).

Perhatian pemerintah pada koperasi-koperasi di Korea Selatan SANGAT BESAR, karena koperasi-koperasi itu yang memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan masyarakat Korea Selatan. Bandingkan dengan perhatian pemerintah terhadap koperasi-koperasi di Indonesia. Seperti bumi dengan langit. Secara singkat dapat dikatakan bahwa strategi peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat Korea Selatan dilakukan melalui koperasi-koperasi yang mengelola bisnis mereka dalam suatu manajemen ke-SISTEM-an-industri: Lean Supply Chain Management. Jika sistem pemasaran pertanian di Indonesia masih mempertahankan sistem tradisional dengan rantai pemasaran yang panjang, yaitu: Petani (Produsen) – Pedagang Pengumpul (Tengkulak) – Pengirim (Tengkulak) – Pedagang Besar – Pedagang Eceran – Konsumen; maka di Korea Selatan melalui koperasi-koperasi telah memperpendek rantai pemasaran mengikuti Lean Supply Chain Management, yaitu: Petani (Koperasi Petani Produsen) – Agriculture Proccesing Centers (Koperasi-koperasi pertanian) – Agriculture Marketing Complexes (Supermarket yang dimiliki Koperasi Pertanian) – Konsumen. Agricultural Lean Supply Chain Management di Korea Selatan yang dilakukan melalui Koperasi-koperasi pertanian mulai dari pedesaan sampai perkotaan telah mensejahterakan petani-petani dan tenaga kerja yang terlibat dalam sektor-sektor industri hulu sampai hilir. Sesungguhnya sistem perkoperasian di Korea Selatan ini yang sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945 yang MASIH diwacanakan di Indonesia TETAPI telah diterapkan di Korea Selatan.

Saemaul Movement (Gerakan Masyarakat Baru) di Korea Selatan

Saemaul yang terdiri dari “Sae” dan “Maul” adalah kombinasi dari dua kata korea yang berarti: Sae (Baru atau Pembaruan) dan Maul (Komunitas), yang berarti Komunitas/Masyarakat Baru atau Pembaruan Komunitas/Masyarakat. Gerakan Masyarakat Baru di Korea Selatan diperkenalkan pada 22 April 1970 oleh Presiden Korea Selatan Park Chung Hee, dan masih berjalan sampai sekarang 2014. Pertama kali Gerakan Masyarakat Baru (GMB) di Korea Selatan ini dimaksudkan untuk memodernisasikan ekonomi pedesaan Korea Selatan berbasiskan pengaturan mandiri (self-governance) melalui koperasi-koperasi pedesaan (semacam Koperasi Unit Desa-KUD di Indonesia).

GMB berusaha untuk memperbaiki kesenjangan standar hidup antara daerah perkotaan, yang cepat berkembang karena penerapan strategi industrialisasi berorientasi ekspor, dan desa-desa kecil, yang terus terperosok dalam kemiskinan. Kolaborasi melalui koperasi-koperasi pedesaan terus-menerus mendorong anggota masyarakat terutama di daerah pedesaan (termasuk di perkotaan) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan ekonomi dan industri Korea Selatan. Tahap awal dari GMB difokuskan pada peningkatan kondisi kehidupan dasar dan lingkungan melalui berbagai proyek-proyek yang berkonsentrasi pada pembangunan infrastruktur pedesaan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan itu.

GMB telah diadopsi oleh PBB sebagai salah satu model pembangunan pedesaan yang paling EFISIEN di dunia. Komisi Ekonomi untuk Afrika (Economic Commision for Africa = ECA) telah memutuskan untuk memilih GMB sebagai model dasar untuk Program Modernisasi Pertanian Berkelanjutan dan Transformasi Pedesaan (SMART = Sustainable Modernization of Agriculture and Rural Transformation) pada tahun 2008. Selain itu, GMB ini telah diekspor ke lebih dari 70 negara untuk berbagi pengalaman pembangunan pedesaan di seluruh dunia. Indonesia BELUM mau mengimpor GMB ini, karena meyakini bahwa Pasal 33 UUD 1945 adalah asli milik bangsa Indonesia, dan sedang berwacana terus melalui berbagai forum seminar, pelatihan, pertemuan, symposium, dll untuk menerapkannya, alias masih NATO (No Action Talk Only) BUKAN AFTA (Action First Talk After)!

GMB dibangun berdasarkan 5 (lima) tahap. Jika ingin mengetahui bagaimana mekanisme kerja GMB, silakan kontak penulis; karena ia memiliki keahlian yang berkaitan dengan manajemen dan sistem industri.

Kombinasi antara strategi industrialisasi berorientasi ekspor dan GMB yang merupakan implementasi Pasal 33 UUD 1945 akan membawa bangsa dan Negara Indonesia menuju “langit” kesejahteraan, TIDAK HANYA menetap di bumi. Sasaran tinggal landas Indonesia oleh mantan Presiden Soeharto adalah REPELITA VI, TETAPI pesawatnya meledak pada tahun 1998, dan sejak itu Indonesia kehilangan arah mau bagaimana dan ke arah mana pembangunan Indonesia masa depan. Apalagi kalau ada KOMITMEN pemerintah untuk menerapkan Good Government Governance mengikuti standar Internasional ISO 9001:2015 yang telah didesain oleh penulis seperti dalam bagan terlampir.

Salam SUCCESS!

— Habis (VG)
Oleh: Vincent Gaspersz,
Profesor Manajemen dan Sistem Industri serta Lean Six Sigma Master Black Belt.
Menulis Disertasi Doktor di ITB (1991) tentang Keterkaitan Struktur Industri dengan Produktivitas di Indonesia (Studi Pembangunan Ekonomi dan Sistem Industri di Indonesia Periode 1967-1987)


Koperasi Pertanian (National Agricultural Cooperative Federation) Korea Selatan Mengakuisisi Pabrik Pengolahan Tapioka di Indonesia.
http://www.koreaittimes.com/story/36479/nacf-acquire-indonesian-tapioca-processing-plant


Koperasi Pertanian (National Agricultural Cooperative Federation) Korea Selatan Mengakuisisi Pabrik Pupuk.
http://www.icis.com/resources/news/1998/08/11/64047/s-korea-s-nacf-acquires-namhae-chem/


Koperasi Pertanian (National Agricultural Cooperative Federation) Korea Selatan termasuk No. 3 dari 20 Top Koperasi di Dunia. Debat Capres/Cawapres pada hari minggu, 15 Juni 2014 tentang Perekonomian Indonesia PASTI akan disinggung tentang Pasal 33 UUD 1945, Perkoperasian, Meningkatkan Kesejahteraan dan Pendapatan Petani, dll. Hanya sebatas wacana terus-menerus! Indonesia, oooh Indonesia!


Mengharapkan Presiden RI 2014-2019 adalah orang yang memiliki KOMITMEN dan KONSEP SISTEMATIK dalam pembangunan pertanian Indonesia seperti di Korea Selatan!
http://www.fao.org/docrep/w7415e/w7415e0g.htm


Koperasi Pertanian (NACF) di Korea Selatan Menguasai dari Industri Hulu sampai Industri Hilir dalam Struktur Kesisteman Agricultural Lean Supply Chain Management.


Contoh Lean Supply Chain Management dalam Bidang Peternakan.

WordPress Tabs Free Version

Posted in
css.php