2014

Home » Blog » 2014 » Mengapa BBM Harus Naik (Tindakan Kritis dalam Keadaan Darurat)?

19-11-14

Mengapa BBM Harus Naik (Tindakan Kritis dalam Keadaan Darurat)?



  • Bahasa Indonesia
  • English

Yang kontra terhadap kenaikan harga BBM ibarat seorang anak yang BELUM TAHU bahwa keadaan ekonomi orang tuanya yang TELAH PARAH.

Jika kita memperhatikan besaran SUBSIDI dalam RAPBNP 2014 (lihat Bagan terlampir) yang berjumlah Rp. 444,86 Trilyun itu, maka akan diketahui bahwa SUBSIDI Energi telah mencapai Rp. 392,13 Trilyun (88,15%) yaitu SUBSIDI BBM+Gas LPG 3kg sebesar Rp. 284,98 Trilyun (64,06%) dan SUBSIDI Listrik sebesar Rp. 107,14 Trilyun (24,09%). Jika harga BBM TIDAK dinaikkan, maka PASTI SUBSIDI 2015 akan SEMAKIN meningkat! Lalu dari mana uangnya?, sedangkan HUTANG Indonesia telah membengkak sehingga menjadi salah satu dari 11 negara penghutang terbesar di dunia. Jika SUBSIDI BBM terus-menerus meningkat, maka SUBSIDI NON-ENERGI (pangan, pupuk, benih, PSO, bunga kredit program, dan pajak) PASTI menjadi MENURUN, dan hal ini akan membuat perekonomian Indonesia dapat menjadi LUMPUH seperti KRISIS ekonomi 1998.

Justru yang HARUS dipertanyakan sekarang adalah setelah kenaikan harga BBM itu, apa langkah STRATEGIK selanjutnya? Jika HANYA berupa pengalihan SUBSIDI dari ENERGI ke NON-ENERGI saja TANPA melakukan diversifikasi penggunaan energi HANYA mengandalkan BBM (premium dan solar) TANPA beralih ke gas (BBG) maka akar MASALAH dalam DEFISIT transaksi perdagangan MIGAS akan terus-menerus meningkat (sekarang telah mencapai sekitar 3,3% dari PDB Indonesia), SEHINGGA permasalahan SUBSIDI BBM akan meningkat lagi di tahun 2016 dan seterusnya, kita HANYA berkutat lagi untuk menaikkan kembali harga BBM setelah SUBSIDI ENERGI membengkak di tahun-tahun mendatang!

Masalah kemiskinan dan penurunan daya beli masyarakat memang HARUS di atasi SEGERA, karena memang perekonomian Indonesia berada dalam keadaan DARURAT. Dalam jangka panjang HARUS diciptakan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (bukan sekedar bagi-bagi uang GRATIS) yang mengandalkan pada peningkatan kinerja sistem perekonomian makro Indonesia yang bertumpu pada KUALITAS & PRODUKTIVITAS dari produksi di segala bidang (pertanian, industri , dan jasa) BUKAN seperti sekarang ini yang mengandalkan pada peningkatan konsumsi sehingga menciptakan defisit transaksi berjalan (impor lebih besar daripada ekspor), peningkatan suku bunga, peningkatan inflasi, dstnya.

Susahnya kalau kita ber-OPINI TANPA memahami akar permasalahan yang sesungguhnya dalam perekonomian makro Indonesia berupa FAKTA (data dan informasi).


Sebagai informasi lengkap tentang bagaimana parahnya perekonomian makro Indonesia pada saat sekarang bisa download beberapa informasi di bawah ini.


Mengapa saya menyatakan bahwa perekonomian Indonesia PARAH yang menyebabkan RAPBN 2015 yang diajukan oleh Pemerintahan SBY-Boediono menjadi TIDAK SEHAT? Mari kita lihat satu per satu dalam Bagan terlampir.

  • RAPBN 2015 mengalami defisit (pengeluaran lebih besar daripada pendapatan) sekitar Rp. 257,57 trilyun (2,32% dari PDB). Hal ini merupakan keberlanjutan dari perekonomian makro Indonesia yang BURUK sejak 2013 sampai 2014 ini.
  • Defisit transaksi berjalan (impor lebih besar daripada ekspor) pada 2013 berdasarkan laporan IMF Oktober 2014 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara di dunia yang perekonomian makronya mengalami defisit sebesar USD 28,6 miliar atau -3,3% dari PDB (produk domestik bruto) 2013 yang sebesar USD 868,3 miliar.
  • Akar masalah dari defisit ekonomi Indonesia pada tahun 2013 bersumber dari transaksi perdagangan MIGAS, di mana terjadi defisit sebesar USD 12,63 miliar, meningkat secara signifikan dari defisit USD 5,8 miliar pada tahun 2012. Jika defisit perdagangan migas pada tahun 2013 ini diperinci berdasarkan jenis produk, maka defisit terbesar terjadi pada hasil minyak (premium dan solar) sebesar minus USD 24,27 milyar, defisit minyak mentah sebesar minus USD 3,38 miliar, sedangkan perdagangan gas (LNG) mengalami surplus ekonomi sebesar plus USD 15,02 miliar.
  • Jika BBM TIDAK dinaikkan harganya, maka alokasi SUBSIDI dalam RAPBN 2015 adalah sebesar Rp. 433,51 Trilyun dengan alokasi anggaran untuk SUBSIDI Non-Energi (pangan, pupuk, benih, subsidi PSO untuk Kereta Api, Kapal Laut dan LKBN Antara, subsidi bunga kredit program, subsidi pajak) HANYA Rp. 69,98 Trilyun. Hal ini berarti SUBSIDI Energi (BBM+LPG 3kg dan PLN) akan menjadi sekitar Rp. 433,51 Trilyun – Rp. 69,98 Trilyun = Rp. 363,53 Trilyun yang berarti terjadi pemborosan yang sering disebut TIDAK TEPAT SASARAN.

Apakah masalah telah selesai yang hanya berkaitan dengan SUBSIDI ENERGI yang sangat besar itu?
Belum; karena masih ada lagi masalah hutang luar negeri yang dalam RAPBN 2015 harus dialokasikan anggaran sebagai berikut:

  • Pembayaran bunga TERHADAP hutang Indonesia yang telah mencapai sekitar USD 290 Milyar itu pada tahun 2015 dialokasikan anggaran sebesar Rp. 154,04 Trilyun. Ini baru BUNGA, belum lagi HARUS mencicil HUTANG POKOK yang dalam RAPBN 2015 adalah sekitar Rp. 66,53 Trilyun. Indonesia telah TERPERANGKAP dalam HUTANG (Debt Trap) karena pada tahun 2015 MASIH meminjam dari luar negeri HANYA Rp. 47,04 Trilyun TETAPI harus membayar CICILAN HUTANG POKOK sebesar Rp. 66,53 Trilyun; sehingga pembiayaan luar negeri menjadi MINUS Rp. 23,82 Trilyun.
  • Jika HUTANG POKOK Indonesia telah mencapai USD 290 Milyar dan CICILAN (Pembayaran kembali) Hutang POKOK adalah Rp. 66,53 Trilyun (atau sekitar USD 5,5 Milyar, Kurs USD-IDR = Rp. 12,000); maka INDONESIA baru bisa BEBAS HUTANG selama USD 290 Milyar / USD 5,5 Milyar = 53 Tahun. Artinya BEBAN HUTANG INDONESIA baru dapat dilunasi dalam masa dua generasi mendatang.

Semua informasi di atas berupa: SUBSIDI + CICILAN POKOK HUTANG + CICILAN BUNGA dalam RAPBN 2015 adalah sebesar: Rp. 433,51 T + Rp. 66,53 T + Rp. 154,04 T = Rp. 653,88 T. Jumlah anggaran sebesar ini adalah NON-PRODUKTIF, Tidak Bisa Digunakan untuk Pembangunan (Terbuang PERCUMA).

Jika anggaran untuk RAPBN 2015 yang sekitar Rp. 2019 T itu dipotong Rp. 653, 88 T (SUBSIDI + Cicilan Pokok Hutang + Bunga), kemudian dipotong lagi anggaran untuk belanja pegawai (gaji + perjalanan dinas + rapat-rapat + dll), kemudian dipotong lagi dengan kemungkinan KORUPSI (sekian persen), MAKA berapa sesungguhnya anggaran REAL untuk Pembangunan di Indonesia?

Sekedar gambaran bahwa Anggaran untuk pembangunan desa (Anggaran Desa) dalam RAPBN 2015 HANYA dialokasikan sekitar Rp. 9,1 Trilyun.

Uraian di atas menunjukkan bahwa SIAPAPUN Presiden RI MASIH AKAN mengalami permasalahan ekonomi makro dalam jangka panjang! Apa akar masalahnya? Akar masalah adalah DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN dari perdagangan MIGAS Indonesia, yang mengakibatkan peningkatan HUTANG LN, sehingga banyak anggaran terbuang percuma untuk SUBSIDI + Pembayaran Kembali Pokok Hutang + Bunga Hutang yang telah mencapai Rp. 154 T per tahun itu. Bagaimana CARA melunasi HUTANG Indonesia merupakan masalah krusial dalam jangka panjang.


Saya menyatakan bahwa langkah-langkah strategik seperti pemberantasan mafia migas, perjanjian kerjasama dengan pihak asing, dll HARUS dibenahi agar sesuai Pasal 33 UUD 1945. Dan yang terpenting adalah membangun infrastruktur gas sehingga mampu mengalihkan ketergantungan pada BBM yang mahal dan akan habis itu menjadi menggunakan BBG yang produksinya berlimpah, murah dan ramah lingkungan. Langkah selanjutnya melakukan penguatan struktur industri yang bertumpu pada peningkatan kualitas dan produktivitas di segala bidang produksi industri primer, sekunder, dan tersier untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan yang terus-menerus terjadi defisit itu. Dengan demikian BUKAN sekedar pengalihan SUBSIDI dari Subsidi Energi menjadi Subsidi Non-Energi, TETAPI membangun sistem yang menguntungkan masyarakat Indonesia termasuk perbaikan fasilitas publik, pembebasan biaya pendidikan dan kesehatan untuk seluruh rakyat (bukan hanya rakyat miskin). Negara yang sistem jaminan sosialnya terbaik di dunia seperti Canada, Jerman, Singapura, dll dapat ditiru. Itulah tugas-tugas DPR untuk mengawal dan ikut mengkoreksi berbagai kebijakan SUBSIDI yang salah selama ini. Jika hal-hal di atas tidak dilakukan, maka momentum kenaikan harga BBM akan HILANG dan kita akan terperangkap terus-menerus dengan persoalan SUBSIDI yang meningkat, akibatnya kebijakan ekonomi makro yang efektif dan efisien TIDAK BISA diterapkan. Lihat saja dampak dari kenaikan BBM, langsung direspons oleh BI dengan menaikkan suku bunga menjadi 7,75% per tahun, akibatnya suku bunga kredit akan menjadi mahal, dan kurs rupiah akan terus melemah. Inefisiensi banyak terjadi dari kebijakan subsidi BBM, Listrik, dll dalam dunia industri Indonesia. Bayangkan saja industri-industri Indonesia yang menikmati harga BBM bersubsidi, listrik bersubsidi, pajak bersubsidi, upah pekerja “murah”, dll TETAPI TIDAK BISA bersaing dengan negara-negara lain seperti Korea Selatan yang lebih miskin daripada Indonesia ketika memulai masa pembangunan mereka tahun 1960-an. Saya berani menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kaya SDA yang mismanagement sehingga SDM-nya menjadi miskin dalam berbagai aspek baik ekonomi maupun IPTEK.


Silakan di share. Terlampir RAPBN 2015 yang “seolah-olah bagus” PADAHAL TIDAK SEHAT. Dengan adanya koalisi KMP vs. KIH, maka diharapkan kontrol akan benar-benar dilaksanakan oleh DPR RI terhadap pemerintahan Jokowi-JK.
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q&esrc=s&source=web&cd=7&ved=0CD8QFjAG&url=http%3A%2F%2Fwww.kemenkeu.go.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2FSubkatalogdata%2FNK%2520RAPBN%25202015%2520web.pdf&ei=jTptVIOvGsqhugTQw4LYCw&usg=AFQjCNEfT8___DF1J_NmszVkIEe1552EGA&bvm=bv.80120444%2Cd.c2E

Salam SUCCESS.

WordPress Tabs Free Version

Posted in
css.php