2015

Home » Blog » 2015 » Aspek Spiritual dalam Manajemen Sistem Kualitas.

07-03-15

Aspek Spiritual dalam Manajemen Sistem Kualitas.



  • Bahasa Indonesia
  • English

Ketika saya berbicara tentang pentingnya memahami aspek spiritual (bukan Agama) yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan (Pencipta) dalam membangun Manajemen Sistem Kualitas atau yang sering disebut sebagai Total Quality Management (TQM) sejak 10 tahun yang lalu (2005) di Indonesia, banyak orang yang menertawakan atau sinis dan menganggap TIDAK relevan mengaitkan ilmu manajemen sistem dengan aspek spiritual! Banyak tanggapan POSITIF maupun NEGATIF yang diperoleh ketika saya membahas Aspek Spiritual dalam buku manajemen sistem maupun ketika memberikan kuliah pada program pasacasarjana magister manajemen (S2) maupun doktor manajemen (S3) di Indonesia.

Saya sangat meyakini sejak 1988 ketika pertama kali belajar TQM pada Program Doktor (S3) Teknik Sistem dan Manajemen Industri di ITB (Institut Teknologi Bandung) bahwa TQM apabila dipahami secara baik dan benar akan merupakan ilmu yang berada satu tingkat di bawah kitab-kitab suci (Alkitab, Alqur’an, dll) KARENA TQM ini mengatur hubungan antar manusia agar mencapai tingkat kepuasan bersama yang disebut sebagai Customer Satisfaction. Keyakinan saya sejak saat itu bahwa bagaimanapun pada suatu saat berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi PASTI TQM akan memasukkan aspek spiritual yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan (Pencipta). Keyakinan itu semakin bertambah ketika Stephen Covey yang terkenal dengan buku Seven Habits of Highly Effective People itu menambah aspek spiritual dalam bukunya yang berjudul: The 8th Habit.

Pada akhirnya keyakinan saya itu menjadi kenyataan dengan muncul buku TQM terbaru yang ditulis oleh Michel Jaccard berjudul: The Objective is Quality: Introduction to Quality, Performance and Sustainability Management Systems, CRC Press (2013). Dalam buku TQM itu dijelaskan tentang Enam Hirarki Kebutuhan Maslow dengan menambah aspek spiritual sebagai kebutuhan manusia tertinggi. Jika dahulu dalam teori Maslow hanya disebutkan lima kebutuhan dasar manusia dengan kebutuhan tertinggi adalah Aktualisasi Diri, maka dalam teori TQM terbaru hirarki kebutuhan Maslow telah berubah menjadi enam tingkat dengan tingkat kebutuhan tertinggi adalah Aspirasi Spiritual seperti bagan terlampir.

Buku TQM yang disinggung di atas dapat di download secara gratis di sini:
http://gen.lib.rus.ec/search.php?req=michel%20jaccard&lg_topic=libgen&open=0&view=simple&phrase=1&column=def


Ilmu pengetahuan tanpa iman = buta, iman tanpa ilmu pengetahuan = lumpuh

Albert Einstein: 1879-1955

Catatan: iman oleh VG dibuat akronim menjadi IMAN = Ikhlas Menjadikan Allah Nakhoda.


Saya juga masih belajar terus-menerus karena aspek spiritual ini yang paling sulit diterima seorang ilmuwan mengingat berhubungan dengan sesuatu yang abstrak sehingga hanya membutuhkan ke-TAAT-an total. IMAN = Ikhlas Menjadikan Allah Nakhoda mudah diucapkan TETAPI sangat sulit diterapkan! Namun dalam situasi di mana segala upaya TELAH menemui jalan buntu maka HANYA berharap kepada Tuhan dengan memasuki TITIK NOL tanpa tindakan apa-apa akan diberikan jalan keluar di luar nalar dan pikiran kita sebagai manusia.

Bukan hal mudah menerima keberagaman keyakinan! Cara saya adalah menemukan persamaan-persamaan dalam nilai-nilai spiritual itu dan menghargai perbedaan-perbedaan yang ada sebagai suatu fakta keberagaman.


Dewasa ini juga telah berkembang ilmu pengobatan baru yang dikenal sebagai Behavioral Medicine. Pada dasarnya Behavioral Medicine adalah bidang ilmu interdisiplin yang mengkombinasikan ilmu kedokteran dengan ilmu psikologi dan hal ini berkaitan dengan integrasi dari pengetahuan dalam biologi, perilaku, psikologi dan ilmu-ilmu sosial yang relevan dengan kesehatan dan penyakit.

Bahan presentasi berikut telah memasukkan aspek spiritual untuk peningkatan kualitas pemeliharaan kesehatan yang dilakukan oleh ilmuwan dan dokter.
https://smhs.gwu.edu/staticfile/SMHS/Graduate%20Medical%20Education/Feb%202011%20Spirituality%20in%20Medicine.pdf


Penjelasan lebih mendalam untuk memahami hirarki Maslow dapat dilihat di sini:
http://personalityspirituality.net/articles/the-hierarchy-of-human-needs-maslows-model-of-motivation/

Mungkin pemahaman saya berikut ini keliru atau salah, tetapi berdasarkan penjelasan dari teori Maslow di atas apakah mungkin seseorang yang BELUM terpuaskan pada kebutuhan dasar MASIH memiliki energi untuk memikirkan spiritualitas (hubungan keintiman dengan Tuhan)? Jawabannya mungkin saja TETAPI probabilitas untuk hal itu akan sangat kecil!

Catatan: Orang-orang kaya yang masih menjadikan uang (Rp, $, Euro, dll) sebagai tujuan utama dan terus-menerus berfokus pada pengumpulan uang dengan cara apapun termasuk melakukan korupsi, penipuan, memanfaatkan orang-orang miskin atau memanfaatkan orang lain, dll oleh teori Maslow dianggap masih berada pada hirarki paling rendah karena kebutuhan fisiologis (dalam hal ini kebutuhan akan uang) BELUM terpuaskan/terpenuhi!

Pemahaman tentang kebutuhan spiritual dalam teori Maslow di sini BUKAN seperti yang dipahami banyak orang yaitu asal beragama karena boleh saja orang beragama TETAPI bisa saja orang itu tidak beriman yang tampak dari perilaku sehari-hari yang selalu melanggar perintah atau firman Tuhan.

Dengan demikian banyak orang mulai mempertanyakan keberhasilan penyebarluasan ajaran-ajaran agama untuk berbuat baik (mengikuti firman Tuhan) di Indonesia, karena tidak mampu mengubah perilaku manusia menuju pemahaman kebutuhan spiritual yang hakiki yaitu adanya satu kata antara pikiran (apa yang dipikirkan), perkataan (apa yang diucapkan) dan perbuatan (apa yang dilakukan) yang oleh VG dirangkum ke dalam akronim HATI (Harmonisasi Antara Tindakan dan IMAN).

Catatan: IMAN = Ikhlas Menjadikan Allah (Tuhan) sebagai Nakhoda bagi kehidupan kita.

Saya sedang melakukan “percobaan” kecil-kecilan terhadap sejumlah orang (termasuk putera kedua saya) dengan menyatakan bahwa apabila Anda mengikuti perintah Tuhan sesuai keyakinan Anda, maka coba lakukan pendekatan Superconscious Mind agar mencapai TITIK NOL selama 40 hari, maka melalui IMAN dalam waktu 40 hari permohonan Anda yang paling hakiki (apapun itu) PASTI akan diberikan oleh Tuhan. Mengapa 40 hari? Tidak ada jawaban terhadap jumlah hari (boleh berapa lama saja) tetapi yang diharapkan di sini adalah memanfaatkan dampak dari pengulangan (effect of repetition). Saya pribadi melakukan percobaan mandiri menuju TITIK NOL (menyiapkan waktu khusus ber-FOCUS pada Tuhan) selama 1600 jam secara kontinu (hanya beristirahat untuk makan, mandi, dan tidur saja) baru memperoleh dampak positif dari pengulangan FOCUS kepada Tuhan.

Jika kita ingin membuktikan hal ini dengan tujuan utama adalah agar meningkatkan IMAN kita, maka tulis permohonan tentang kebutuhan hakiki itu pada hari 0 (sebelum memulai program 40 hari) agar apabila dijawab oleh Tuhan maka hal itu BUKAN dianggap sebagai suatu kebetulan belaka!

Catatan: selama 40 hari HANYA ber-FOCUS kepada Tuhan, BUKAN berfokus pada kepentingan pribadi (permohonan itu), karena jika kita berfokus pada apa yang diminta (kepentingan pribadi) maka IMAN kita sama seperti seorang PENGEMIS di jalan-jalan yang HANYA berfokus pada uang yang diterima BUKAN berfokus pada siapa (tuan) yang memberi uang itu!

Hasilnya bagaimana selama 40 hari itu? Bagi mereka yang IMAN-nya baru bertumbuh maka permintaan mereka SELALU dijawab oleh Tuhan. Putera kedua saya yang IMAN-nya juga baru mulai bertumbuh HANYA membutuhkan waktu empat hari (hari ke-4 dari program 40 hari) TELAH dijawab oleh Tuhan yaitu memperoleh “Letter of Offer/Acceptance” dari Universitas di Luar Negeri yang berakreditasi AACSB. Permohonan melanjutkan studi di luar negeri itu ditulis oleh putera kedua saya pada hari ke-0, yaitu hari sebelum memulai program 40 hari ber-FOCUS kepada Tuhan.

Catatan: FOCUS = Follow One Course Until SUCCESS.


Transendensi diri (Self-transcendence) berkaitan dengan nilai-nilai spiritual ditambahkan sendiri oleh Abraham Maslow menjelang kematiannya pada 8 Juni 1970. Kemudian dilanjutkan oleh para ahli motivasi dan psikologi. Hal ini serupa dengan Alm. Stephen Covey yang menambahkan 8th habit of highly effective people yaitu Spirituality dalam bukunya sebelum Stephen Covey meninggal dunia.
Beberapa link berikut dapat menjelaskan lebih jauh tentang hirarki kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow (1 April 1908 – 8 Juni 1970).


Mungkin kedengaran ANEH kalau perkembangan ilmu pengetahuan sejak muncul pertama kali di USA bisa sekitar 30 – 40 tahun baru dikenal di Indonesia. Apalagi kalau ilmu pengetahuan itu belum diajarkan di perguruan tinggi Indonesia, maka seringkali dianggap belum ada. Lihat saja konsep Six Sigma yang berkembang pertama kali pada tahun 1986 dan diterapkan pada Motorola Company dan dipopulerkan secara SUCCESS oleh General Electric pada tahun 1990-an, sampai sekarangpun kalangan perguruan tinggi di Indonesia masih belum “ngeh” apa itu six sigma dan bagaimana aplikasi yang benar?

Ketika pulang dari Vancouver Canada pada tahun 2005, saya telah memperkenalkan tentang pentingnya mengintegrasikan SQ (nilai-nilai spiritual–bukan agama), EQ (mentalitas sebagai professional), dan IQ (manajemen sistem bisnis dan industri) sebagai satu kesatuan dalam pengelolaan bisnis dan industri. Tetapi ketika itu banyak orang menganggap saya ANEH dan mengada-ada, bahkan kolega saya yang profesor dan doktor menganggap saya telah “error”! TETAPI sekarang saya senang karena TELAH menjadi kebutuhan real dalam manajemen bisnis dan industri, bahkan dalam pelatihan atau workshop para profesional saya menangkap adanya kerinduan untuk membahas aspek spiritual ini lebih banyak. Akhirnya saya telah membuat model AKS (Attitude, Knowledge, Skills) dalam manajemen bisnis dan industri seperti terlampir.

Masalahnya aspek spiritual juga sering dikaitkan dg agama dan seolah2 Tuhan, sang pencipta, atau apapun namanya hanya bisa didekati melalui ajaran agama. Dengan berkembang ilmu fisika kuantum dan konsep zero mind process maka pendekatan untuk menemukan Tuhan sesungguhnya bisa dijelaskan secara ilmiah.Sekarang telah banyak ilmuwan barat yg membahas konsep spiritual secara ilmiah.

Ini textbook tentang Holistic Learning and Spirituality in Education yang menjelaskan bagaimana APLIKASI Spirituality dalam pembelajaran. Dalam buku ini Spirituality TELAH menjadi ilmu pengetahuan yang dapat dipahami secara rasional yang dibahas oleh para ilmuwan dari berbagai negara. Referensi bagi para guru/dosen.
http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?md5=7A140C59F3F14067A205E238531BDF4C

Ibarat sebuah pohon yang KOKOH maka lima tingkat kecerdasan yang dibutuhkan dari lulusan suatu institusi pendidikan di abad ilmu pengetahuan dan informasi sekarang ini adalah: kecerdasan SPIRITUAL sebagai basis/fondasi/akar-akar dan empat kecerdasan lain sebagai cabang-cabang, yaitu: kecerdasan INTELEKTUAL, EMOSIONAL, FISIKAL, dan SOSIAL. Dengan demikian pendekatan KUNO yang menekankan pada kecerdasan MENGHAPAL/MENCONTEK sudah kedaluwarsa!


Tetapi bagaimana prakteknya? KORUPSI merajalela TETAPI KORUPTOR rajin beribadah! KORUPTOR lebih takut kepada manusia penegak hukum (polisi, jaksa, KPK) TETAPI tidak TAKUT kepada Tuhan (Allah). Menurut saya sederhana saja TIDAK PERLU mempertentangkan pendekatan Timur dan Barat, ambil saja yang terbaik dari semuanya kemudian buat sendiri KONSEP tentang Tuhan (Allah), terapkan saja HabluminAllah + Habluminnanas + Habluminalam bagi pemeluk agama Islam dan hukum KASIH (Kehendak Allah Selalu Isi Hati) bagi pemeluk agama Kristen. Akan saya jelaskan lebih jauh bagaimana pendekatan rasional dalam menemukan Tuhan (Allah) melalui IMAN (Ikhlas Menjadikan Allah Nakhoda) yang selalu bertumbuh dan berkembang. Saya pribadi mendekati dunia spiritual melalui Superconscious Mind (Berdialog dengan Tuhan) dan menerapkan konsep Zero Mind Process yang akan saya jelaskan kemudian.


Setan saja minta pensiun dari Indonesia karena para Pejabat/Koruptor telah lebih mahir daripada Setan, sehingga menjadi lebih “menantang” sekaligus menarik apabila Setan bertugas di negara-negara maju yang tingkat korupsinya mendekati NOL (clean government).


NAMUN apabila nilai-nilai SPIRITUAL tidak dipahami secara baik apakah melalui pencarian sendiri (transendensi diri) ataukah melalui pelajaran agama dalam berbagai bentuk, maka mindset TIDAK akan terbentuk dengan baik. Jika mindset tidak terbentuk dengan baik, maka secara otomatis ATTITUDE juga tidak baik. Selanjutnya Bad Habits yang diterapkan terus-menerus akan membentuk Character sebagai penipu/pembohong/pencuri/koruptor, dll yang pada intinya melanggar semua perintah Tuhan. Proses pengulangan ini dalam teori motivasi disebut sebagai NEGATIVE REINFORCEMENT, artinya orang memperoleh ke-NIKMAT-an duniawi melalui pengulangan hal-hal yang BURUK/NEGATIF. Kondisi sebaliknya jika seseorang memperoleh ke-PUAS-an melalui pengulangan hal-hal POSITIF maka akan terjadi POSITIVE REINFORCEMENT, sehingga aplikasi nilai-nilai SPIRITUAL akan membawa ke-BAHAGIA-an bukan saja nanti di akhirat TETAPI langsung dinikmati di dunia.

Catatan: menurut teori kurang dari 2% populasi manusia yang akan MAMPU mencapai Transendensi Diri (hirarki tertinggi dalam teori Maslow) ini.

Tulisan dari Prof. Komarudin berikut bagus untuk disimak dan sedikit akan membantu memahami pertanyaan saya di atas.

Salam SUCCESS.

WordPress Tabs Free Version

Posted in
css.php