2016

Home » Blog » 2016 » Membangun Bisnis yang SUCCESS Menggunakan PDCA Management Framework

Membangun Bisnis yang SUCCESS Menggunakan PDCA Management Framework



  • Bahasa Indonesia
  • English

Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt
American Society for Quality (www.asq.org) CMQ/OE, CQA, CSSBB, CQE, CQIA
American Production and Inventory Control Society (www.apics.org) CFPIM, CSCP
International Quality Federation (www.iqf.org) Six Sigma Master Black Belt
Registration Accreditation Board (www.exemplarglobal.org) Quality Management System Practitioner

Dalam tulisan yang lalu saya telah memperkenalkan PDCA (Plan-Do-Check-Act) berbentuk kotak yang berisi “ruang kosong”, di mana segala sesuatu yang berkaitan dengan manajemen modern atau apa saja dapat diisi dalam “ruang kosong” itu (lihat Bagan 1: PDCA Management Framework).

Tulisan berikut akan membahas bagaimana kita membangun bisnis yang SUCCESS menggunakan PDCA Approach seperti ditunjukkan dalam Bagan 2 terlampir. Tulisan ini ditujukan kepada mereka yang berfungsi sebagai entrepreneur maupun intrapreneur.

Entrepreneur atau yang sering diterjemahkan sebagai wirausaha adalah orang yang memulai bisnis sendiri dengan ide dan/atau konsep baru atau yang telah ada, sedangkan intrapreneur merupakan karyawan yang mempromosikan inovasi dalam batas-batas organisasi.

Beberapa perbedaan antara entrepreneur dan intrapreneur, adalah:

  1. Entrepreneur menggunakan sumber daya yang dimiliki sendiri, sedangkan intrapreneur menggunakan sumber daya yang diberikan oleh perusahaan.
  2. Entrepreneur menciptakan posisi yang memimpin di pasar, sedangkan intrapreneur mengubah dan memperbaharui sistem dan kultur organisasi.
  3. Entrepreneur mendirikan perusahaan baru, sedangkan intrapreneur bekerja pada perusahaan yang telah ada.
  4. Entrepreneur menggunakan modal sendiri dan/atau pinjaman modal dari bank, sedangkan intrapreneur menggunakan modal yang dibiayai oleh perusahaan.
  5. Entrepreneur mengambil risiko atas diri mereka sendiri dalam berinvestasi, sedangkan intrapreneur membebankan risiko kepada perusahaan di mana mereka bekerja.

Banyak calon karyawan dalam dunia bisnis terutama yang berasal dari lulusan perguruan tinggi TIDAK memiliki fungsi sebagai intrapreneur sehingga menjadi “bingung” (tidak siap) ketika memasuki dunia bisnis pertama kali. Tulisan ini diharapkan akan memberikan wawasan baik kepada entrepreneur maupun intrapreneur.

Dalam dunia bisnis, apapun jenis bisnis (industri jasa maupun manufaktur), apapun skala usaha (kecil, menengah, besar), apapun lingkup operasional (lokal, nasional, regional, global) akan menghadapi masalah besar apabila TIDAK memahami dan berorientasi pada model 5P dalam bisnis.

Model bisnis selalu berorientasi pada prinsip-prinsip 5P, sebagai berikut:

  1. Profitability, kemampuan menghasilkan laba perusahaan, yang menunjukkan bahwa bisnis itu unggul (Business Excellence) akan meningkat terus-menerus, apabila kinerja produk (barang dan/atau jasa) itu unggul (Product Excellence) sesuai dengan atau melebihi kebutuhan pasar dan pelanggan,
  2. Product (barang dan/atau jasa) akan meningkat keunggulan kinerjanya (Product Excellence) apabila kapabilitas proses yang menghasilkan produk itu unggul (Process Excellence),
  3. Process, akan mencapai keunggulan kinerja (Process Excellence), hanya apabila dilakukan peningkatan atau perbaikan proses terus-menerus melalui program keunggulan kinerja (Performance Excellence Program).
  4. Program (Performance Excellence Program) akan berhasil, hanya apabila dilakukan oleh orang-orang unggul dalam perusahaan (People Excellence),
  5. People, orang-orang akan mencapai keunggulan kinerja (People Excellence), hanya apabila mereka meningkatkan pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth) tentang konsep, metode dan alat-alat yang dipergunakan dalam solusi masalah kinerja maupun perbaikan terus-menerus untuk mencapai keunggulan proses dalam bisnis itu.

Dari model 5P di atas, kita mengetahui bahwa suatu bisnis yang maju atau unggul akan sangat tergantung pada people excellence yang berada dalam bisnis itu. Kompetisi bisnis BUKAN pada produk (barang dan/atau jasa) yang ditawarkan TETAPI kompetisi pada people (orang-orang) yang melakukan perbaikan proses terus-menerus untuk menghasilkan produk (barang dan/atau jasa) yang unggul yang memuaskan pelanggan dan pasar sekaligus pada saat yang sama meningkatkan profitabilitas perusahaan terus-menerus.

Berdasarkan model 5P di atas, kita dapat membayangkan orang-orang macam apa yang akan berkompetisi dalam memperbaiki proses bisnis terus-menerus, apabila mereka TIDAK memiliki sifat-sifat sebagai entrepreneur (pengusaha) dan intrapreneur (professional dalam perusahaan bisnis).

Sekolah-sekolah bisnis yang profesional akan membekali lulusan mereka dengan sifat-sifat entrepreneur (menjadi pengusaha bisnis mandiri) maupun intrapreneur (menjadi profesional dalam perusahaan bisnis) berlandaskan pada model 5P yang mengisi “ruang kosong” dalam kerangka manajemen PDCA (Plan-Do-Check-Act) seperti ditunjukkan dalam Bagan 2 terlampir.

Orang-orang dalam dunia bisnis, apakah berfungsi sebagai entrepreneur (pengusaha) dan/atau intrapreneur (profesional yang mengelola bisnis), setelah memahami model 5P dalam bisnis, maka mereka HARUS menciptakan “lapangan permainan (playing field)” yang saya sebut sebagai Master Improvement Story (MIS).

TANPA Master Improvement Story (MIS) dapat diibaratkan seperti kita bermain bola TANPA tiang gawang sehingga hanya berfokus pada aktivitas “mengejar bola” dan asal “menendang bola” saja. Atau jika ada program perbaikan, maka dapat dipastikan itu merupakan program-program perbaikan secara acak (random improvement programs) BUKAN program perbaikan sistematik (systematic improvement programs).

Master Improvement Story (MIS) adalah suatu kerangka kerja (framework), peta jalan (roadmap) dari perusahaan, yang berisi: Visi, Misi, Nilai-nilai, Perspektif Bisnis, Sasaran dan Tujuan Strategik, Indikator-indikator Kinerja Kunci (KPIs), Program-program Peningkatan Keunggulan Kinerja (Performance Excellence Programs) yang disusun secara SISTEMATIK beserta Rencana-rencana Tindakan (Action Plans), yang menjadi panduan bagi manajemen dalam merencanakan, menerapkan, dan mengendalikan kebijakan-kebijakan strategik perusahaan dalam kerangka sistem secara terintegrasi menuju Keunggulan Bisnis (Business Excellence).

Jika organisasi memiliki beberapa unit-unit bisnis strategik (Strategic Business Units = SBUs), maka Master Improvement Story dapat didesain pertama kali pada tingkat korporat (corporate level), baru kemudian dijabarkan atau disebarluaskan ke unit-unit bisnis strategik. Master Improvement Story pada tingkat korporat, sering disebut sebagai: Corporate Master Improvement Story (Corporate MIS), sedangkan Master Improvement Story pada tingkat unit-unit bisnis strategik, disebut sebagai Strategic Business Unit’s Master Improvement Story (SBU’s MIS).

Semua kebijakan dan keputusan operasional manajemen dari unit-unit bisnis strategik (SBUs MIS) harus mendukung Corporate Master Improvement Story (Corporate MIS).

Manajemen puncak (top management) harus bertanggung jawab mengembangkan Master Improvement Story, melalui merumuskan Visi, Misi, Nilai-nilai Organisasi, Sasaran Jangka Panjang (long-term goals, 3-5 tahun), Tujuan-tujuan Jangka Pendek (annual objectives, 1 tahun) yang diturunkan dari sasaran jangka panjang (long-term goals), Indikator-indikator Kinerja Kunci (key performance indicators = KPIs), target kinerja selama satu tahun (annual performance targets), dan mengendalikan Program-program Peningkatan Keunggulan Kinerja (Performance Excellence Programs) yang tercantum dalam Master Improvement Story perusahaan itu. Setiap Program Peningkatan Keunggulan Kinerja harus memiliki Rencana Tindakan (action plans), agar memudahkan dalam eksekusi program-program menuju keunggulan bisnis (business excellence) itu.

Semua yang dijelaskan dalam Master Improvement Story (MIS) itu akan dikendalikan menggunakan kerangka manajemen PDCA seperti ditunjukkan dalam Bagan 2.

Indikator-indikator kinerja kunci (KPIs) yang HARUS dipertimbangkan untuk direncanakan, dimonitor, dan dikendalikan adalah berkaitan dengan elemen-elemen dalam model bisnis 5P, yaitu:

  • Elemen Profitability (kemampuan menghasilkan laba) dalam model bisnis 5P akan ditingkatkan terus-menerus melalui peningkatan terus-menerus Productivity (P) dan Quality (Q). Dapat ditunjukkan bahwa Profitability = TR / TC = (po x O) / (pi x I) = (po / pi) x (O / I); di mana po dan pi adalah harga dari output (po) dan harga dari input (pi), sedangkan O adalah Output dan I adalah Input dalam sistem bisnis. Besaran (O / I) dinamakan Productivity yang bersifat Controllable oleh manajemen bisnis, sedangkan besaran (po / pi) bersifat Uncontrollable BUT Predictable oleh manajemen bisnis melalui Quality (Q) dari produk (barang dan/atau jasa). Dengan demikian dapat dituliskan formula: Profitability = Productivity x Quality = P x Q.
  • Elemen Product Excellence dapat diwakili melalui peningkatan Quality (Q) dari produk (barang dan/atau jasa). Sehingga perencanaan, monitoring, dan pengendalian kinerja Productivity (P) dan Quality (Q) dalam sistem bisnis akan mampu meningkatkan sekaligus kepuasan pelanggan/pasar dan pemegang saham (shareholders).
  • Elemen Process Excellence (keunggulan proses bisnis) akan meningkat apabila kita mampu meningkatkan kinerja Productivity (P), Quality (Q), Cost Effectiveness (C), Delivery (D), Safety (S), Moral (M), and Environment (E). Dalam bisnis manufaktur kita dapat memperkenalkan dua indikator kinerja kunci (KPIs) yang bersifat komposit, yaitu: (1) OEE (Overall Equipment Effectiveness) = Availability (A) x Productivity (P) x Quality (Q), di mana: A = waktu ketersediaan operasional mesin-mesin, P = Produktivitas mesin-mesin, dan Q = kualitas dari produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan dari mesin-mesin dan/atau peralatan, dan (2) OLE (Overall Labor Effectiveness) = Availability (A) x Productivity (P) x Quality (Q), di mana A = waktu kehadiran dari tenaga kerja, P = produktivitas tenaga kerja, dan Q = kualitas output atau produk (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan oleh tenaga kerja.
  • Elemen People Excellence (keunggulan orang-orang) akan meningkat apabila kita mampu meningkatkan semangat atau Moral (M) karyawan melalui proses pembelajaran dan pertumbuhan (Learning & Growth).
  • Elemen Performance Excellence Program (program-program keunggulan kinerja) merupakan suatu keniscayaan dalam dunia bisnis masa sekarang dan yang akan datang agar meningkatkan daya saing bisnis dan industri.

Dari uraian di atas kita akan bertanya apakah lulusan perguruan tinggi di Indonesia akan mampu memenuhi pasar tenaga kerja dalam dunia bisnis dan industri di Indonesia maupun global?

Jawaban akan tergantung pada sejauh mana pemahaman pengelola perguruan tinggi di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dunia bisnis dan industri di Indonesia maupun global.

Jika dunia perguruan tinggi di Indonesia TIDAK mengantisipasi hal ini, maka merupakan suatu keniscayaan bahwa tenaga-tenaga kerja yang produktif dan berkualitas dari luar negeri yang akan mengisi pasar tenaga kerja bisnis dan industri di Indonesia sesuai dengan mekanisme yang berlaku dalam pasar yang terbuka, yaitu: sistem bisnis dan industri di negara-negara yang memiliki produktivitas dan kualitas yang lebih tinggi akan mengalir menuju sistem bisnis dan industri di negara-negara yang memiliki produktivitas dan kualitas yang lebih rendah, mengikuti hukum air yang mengalir dari dataran tinggi menuju dataran rendah.

Tulisan saya mendatang akan membahas bagaimana mekanisme PDCA Management Framework sebagai “kartu Joker” memainkan peranan penting bagi pemula yang membangun karier profesional di bidang bisnis dan industri, baik pada perusahaan-perusahaan nasional maupun multinasional (MNCs = Multi National Companies).

Tks. Salam SUCCESS.

WordPress Tabs Free Version

Posted in
css.php