2017

Home » Blog » 2017 » Pembangunan Ekonomi Melalui Pengembangan Koperasi Yang Memiliki Skala Usaha Ekonomis (Economies of Scale) dan Ruang Lingkup Ekonomis (Economies of Scope)

28-08-17

Pembangunan Ekonomi Melalui Pengembangan Koperasi Yang Memiliki Skala Usaha Ekonomis (Economies of Scale) dan Ruang Lingkup Ekonomis (Economies of Scope)



  • Bahasa Indonesia
  • English

Studi Kasus: Pembelajaran Atas Keberhasilan Korea Selatan

 

Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt & Certified Management System Lead Specialist

  • American Production and Inventory Control Society (www.apics.org) Certified in Production and Inventory Management (CPIM), Certified Fellow in Production and Inventory Management (CFPIM) and Certified Supply Chain Professional (CSCP);
  • American Society for Quality (www.asq.org) Certified Manager of Quality/Organizational Excellence (CMQ/OE), Certified Quality Engineer (CQE), Certified Quality Auditor (CQA), Certified Quality Improvement Associate (CQIA), and Certified Six Sigma Black Belt;
  • International Quality Federation (www.iqf.org) Certified Six Sigma Master Black Belt (CSSMBB);
  • Registration Accreditation Board (www.exemplarglobal.org) Certified Management System Auditor (CMSA), Certified Management System Practitioneer (CMSP), Certified Management System Specialist (CMSS), and Certified Management System Lead Specialist (CMSLS).

 

Korea Selatan merdeka pada tanggal 15 Agustus 1945 (meskipun baru mulai dirayakan pada 15 Agustus 1948) sedangkan Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Mengapa Indonesia harus dibandingkan dengan Korea Selatan, yang tingkat kemajuannya telah jauh melampaui Indonesia? Karena kedua negara ini memulai pembangunan secara bersamaan dan merdeka juga dalam waktu yang hampir bersamaan. Kedua negara ini, Indonesia dan Korea Selatan adalah negara-negara yang jumlah penduduknya miskin ketika memulai pembangunan ekonomi dan industri (perbedaan pada Indonesia kaya akan sumber daya alam vs. Korea Selatan miskin akan sumber daya alam). Namun kedua negara ini berbeda seperti bumi dengan langit pada tahun 2017 ini.

Korea Selatan pada tahun 1960 merupakan negara miskin (pendapatan per kapita USD 79) dengan tanpa sumber daya alam yang memadai, namun melalui penerapan strategi industrialisasi berorientasi ekspor yang ditunjang oleh fokus pembangunan pada sumber daya manusia dalam wadah koperasi secara intensif dan meluas sehingga mampu meningkatkan produktivitas sumber daya manusia nasional Korea Selatan secara dramatis, sehingga telah membawa Korea Selatan pada tahun 2016 telah berpendapatan per kapita USD 25.458,90 (https://tradingeconomics.com/south-korea/gdp-per-capita), naik sekitar 322 kali dalam 56 tahun.

Sedangkan Indonesia yang memiliki sumber daya alam berlimpah pada tahun 2016 hanya berpendapatan per kapita USD 3.974,10 (https://tradingeconomics.com/indonesia/gdp-per-capita). Indonesia yang memiliki sumber daya alam berlimpah pada tahun 2012 hanya menghasilkan Produksi Nasional (Produk Nasional Bruto = GNP/Gross National Product) sebesar USD 844 Milyar, sedangkan Korea Selatan yang miskin sumber daya alam mampu menghasilkan Produksi Nasional (Produk Nasional Bruto = GNP) USD 1,133 Milyar (USD 1,13 Trilyun) atau sekitar 1,34 kali dari GNP Indonesia.

Persentase penduduk miskin di Korea Selatan yang berpenghasilan <= USD 2,5/hari = 0%, demikian pula persentase penduduk miskin berpendapatan USD10/hari adalah nol persen.

Melihat lebih jauh tentang pembangunan kesehatan di Korea Selatan, berdasarkan data Bank Dunia (2014), tingkat kematian bayi (di bawah lima tahun) di Korea Selatan adalah 5/1000 kelahiran, sedangkan di Indonesia adalah 32/1000 kelahiran. Angka kematian ibu melahirkan, di Korea Selatan: 16/100.000, sedangkan di Indonesia 220/100.000. Umur harapan hidup di Korea Selatan 81 tahun, sedangkan di Indonesia 71 tahun.

Bagaimana dengan pembangunan pendidikan di Korea Selatan vs. Indonesia? Data Bank Dunia (2014) menunjukkan persentase penduduk yang memperoleh pendidikan tinggi di Korea Selatan 17,9% sedangkan Indonesia hanya 1,17%.Persentase penduduk berpendidikan menengah di Korea Selatan 36,8% sedangkan di Indonesia hanya 11,1%.

Tentang tingkat tabungan penduduk di Korea Selatan vs. Indonesia adalah: persentase jumlah penduduk yang menabung di Korea Selatan adalah 46,9%; sedangkan di Indonesia hanya 15,3%.

Mengapa Korea Selatan bisa maju sangat pesat dibandingkan Indonesia? Ternyata strategi pembangunan ekonomi melalui koperasi yang memiliki skala usaha ekonomis (economies of scale) dan ruang lingkup ekonomis (economies of scope) beserta program Gerakan Masyarakat Baru berikut yang memajukan Korea Selatan.

 

Koperasi Pertanian (NACF) di Korea Selatan

Korea Selatan memulai pembangunan melalui melakukan Land Reform secara besar-besaran, kemudian mendirikan koperasi pertanian (National Agricultural Cooperative Federation) pada 15 Agustus 1961. Jika kita mendengar kata koperasi di Korea Selatan, jangan membayangkan seperti koperasi di Indonesia yang juga selalu menghadapi masalah mis-management dan ketidakpercayaan dari masyarakat terhadap koperasi, karena koperasi masih diperlakukan sebagai usaha kecil menengah (UKM).

Jumlah koperasi di Korea Selatan pada Februari 2012 memiliki 1.167 cabang utama beserta 3.306 unit koperasi. Jumlah Koperasi Regional (968 buah); Koperasi Komoditas Pertanian untuk buah-buahan (25 buah), sayur-sayuran (17 buah), hortikultura (3 buah); Koperasi Peternakan Regional (118 buah); Koperasi Susu (13 buah), Koperasi Babi (7 buah), Koperasi Unggas (2 buah), Koperasi Pemeliharaan Lebah (1 buah), Koperasi Kelinci dan Rusa (1 buah); dan Koperasi Komoditas Ginseng (12 buah).

Koperasi Pertanian (NACF) Korea Selatan memiliki lini bisnis: perbankan dan asuransi, pemasok dan pemasaran pertanian, pemasok dan pemasaran peternakan, jasa-jasa pelayanan, yang memiliki anggota pada tahun 2011 sebanyak 2,446,836 orang petani dan associate members sebanyak 15,262,611 orang.

Selanjutnya koperasi-koperasi di Korea Selatan jangan dibayangkan seperti Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia, karena omzet penjualan dari koperasi-koperasi itu melebihi konglomerat-konglomerat di Indonesia. Sebagai perbandingan pada tahun 2014, omzet dari NACF adalah USD 63.76 Milyar atau setara dengan +/- Rp. 848 Trilyun, termasuk nomor 1 di dunia untuk koperasi dalam sektor pertanian dan industri makanan.

Bandingkan dengan omzet penjualan dari perusahaan konglomerat Korea Selatan Samsung & LG Electronics pada 2014 adalah berturut-turut sekitar USD 195,88 Milyar (+/-Rp. 2.605 Trilyun) dan USD 55,91 Milyar (+/-Rp. 744 Trilyun). Hal ini berarti penjualan dari Koperasi Pertanian Korea Selatan pada tahun 2014 adalah sekitar 114 persen daripada penjualan LG Electronics atau sekitar 32,6 persen daripada penjualan Samsung pada tahun 2014.

Jika kita melihat cadangan devisa Indonesia per Desember 2014 yang hanya sekitar USD 100,7 Milyar (+/- Rp. 1.339 Trilyun) dan total ekspor migas dan non-migas Indonesia pada tahun 2014 yang hanya sekitar USD 176,29 Milyar (+/- Rp. 2.345 Trilyun), maka tampak bahwa total ekspor Indonesia pada tahun 2014 lebih rendah (hanya sekitar 70 persen) daripada penjualan dua perusahaan raksasa Korea Selatan (Samsung & LG) yang mencapai sekitar USD 251,79 Milyar (+/- Rp. 3.349 Trilyun). Atau jika dibandingkan dengan penjualan dari Koperasi Pertanian Korea Selatan pada tahun 2014 yang sekitar USD 63,78 Milyar (+/- Rp. 848 Triliun), maka penjualan dari koperasi pertanian Korea Selatan adalah sama dengan 36,2 persen dari total ekspor migas dan non-migas Indonesia pada tahun 2014.

Daftar 20 koperasi top di dunia dalam sektor pertanian dan industri makanan tahun 2014 ditunjukkan dalam Tabel 1.


 

Dari Tabel 1 tampak bahwa Koperasi Pertanian di Korea Selatan menempati urutan 1 dunia dibandingkan koperasi-koperasi negara lain yang berusaha dalam sektor pertanian dan industri makanan. Koperasi Pertanian Korea Selatan ini memiliki berbagai fasilitas usaha seperti ditunjukan dalam Tabel 2.


 

Perhatian pemerintah pada koperasi-koperasi di Korea Selatan sangat besar, karena koperasi-koperasi itu yang memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan masyarakat Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan TIDAK MENGATUR koperasi-koperasi di Korea Selatan, manajemen dilakukan secara profesional dan digerakkan sebagai unit bisnis mandiri. Jika sistem pemasaran pertanian di Indonesia masih mempertahankan sistem tradisional dengan rantai pemasaran yang panjang, yaitu: Petani (Produsen) – Pedagang Pengumpul (Tengkulak) – Pengirim (Tengkulak) – Pedagang Besar – Pedagang Eceran – Konsumen; maka di Korea Selatan melalui koperasi-koperasi pertanian telah memperpendek rantai pemasaran yaitu: Petani (Koperasi Petani Produsen) – Agriculture Proccesing Centers (Koperasi-koperasi pertanian) – Agriculture Marketing Complexes (Supermarket yang dimiliki Koperasi Pertanian) – Konsumen.

 

Gerakan Masyarakat Baru Korea Selatan (Saemaul)

Gerakan Masyarakat Baru (GMB) di Korea Selatan disebut Saemaul. Saemaul yang terdiri dari “Sae” dan “Maul” adalah kombinasi dari dua kata Korea yang berarti: Sae (Baru atau Pembaruan) dan Maul (Komunitas), yang berarti Komunitas/Masyarakat Baru atau Pembaruan Komunitas/Masyarakat. Gerakan Masyarakat Baru di Korea Selatan diperkenalkan pada 22 April 1970 oleh Presiden Korea Selatan Park Chung Hee, dan masih berjalan sampai sekarang. Pertama kali Gerakan Masyarakat Baru (GMB) di Korea Selatan ini dimaksudkan untuk memodernisasikan ekonomi pedesaan Korea Selatan berbasiskan pengaturan mandiri (self-governance) melalui koperasi-koperasi pedesaan (semacam Koperasi Unit Desa-KUD di Indonesia, kecuali manajemen yang berbeda sama sekali). Jika koperasi-koperasi di Indonesia dikelola secara parsial, maka koperasi-koperasi di Korea Selatan dikelola secara bisnis terintegrasi (integrated business) dalam kerangka sistem industri Agricultural Lean Supply Chain Management yang sangat efisien, produktif, dan berkualitas, sejak dari industri hulu-on farm-sampai industri hilir. Aktivitas seperti pembibitan, produksi pertanian, agro industry, sampai pemasaran hasil-hasil pertanian dilakukan sepenuhnya oleh Koperasi Pertanian (National Agricultural Cooperative Federation) secara bisnis terintegrasi.

GMB berusaha untuk memperbaiki kesenjangan standar hidup antara daerah perkotaan, yang cepat berkembang karena penerapan strategi industrialisasi berorientasi ekspor, dan desa-desa kecil, yang terus terperosok dalam kemiskinan. Kolaborasi melalui koperasi-koperasi pedesaan terus-menerus mendorong anggotamasyarakat terutama di daerah pedesaan (termasuk di perkotaan) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan ekonomi dan industri Korea Selatan.

Tahap awal dari GMB difokuskan pada peningkatan kondisi kehidupan dasar dan lingkungan melalui berbagai proyek-proyek yang berkonsentrasi pada pembangunan infrastruktur pedesaan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan itu.

Model GMB yang melibatkan koperasi-koperasi di Korea Selatan ditunjukan dalam Bagan 1 di atas.

GMB telah diadopsi oleh PBB sebagai salah satu model pembangunan pedesaan yang paling EFISIEN di dunia. Komisi Ekonomi untuk Afrika (Economic Commision for Africa = ECA) telah memutuskan untuk memilih GMB sebagai model dasar untuk Program Modernisasi Pertanian Berkelanjutan dan Transformasi Pedesaan (SMART = Sustainable Modernization of Agriculture and Rural Transformation) pada tahun 2008. Selain itu, GMB ini telah diekspor ke lebih dari 70 negara untuk berbagi pengalaman pembangunan pedesaan di seluruh dunia. Indonesia seyogianya meniru GMB di Korea Selatan, karena pembangunan ekonomi melalui koperasi-koperasi yang mencapai skala usaha ekonomis (economies of scale) dan ruang lingkup ekonomis (economies of scope) merupakan perwujudan dari implementasi Pasal 33 UUD 1945.

Salam SUCCESS.

WordPress Tabs Free Version

Posted in
css.php