2019

Home » Blog » 2019 » Lean Thinking, Lean Education, and Lean Professional

Lean_1-768x536-768x536

Lean Thinking, Lean Education, and Lean Professional



Oleh Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt and Certified Management Systems Lead Specialist

——————–
• APICS (www.apics.org) Certified in Production and Inventory Management (CPIM), Certified in Production and Inventory Management Fellow (CPIM-F), Certified Supply Chain Professional (CSCP), Certified Supply Chain Professional Fellow (CSCP-F),

• International Quality Federation (www.iqf.org) Six Sigma Master Black Belt (SSMBB),

• American Society for Quality (www.asq.org) Certified Six Sigma Black Belt (CSSBB), Certified Quality Engineer (CQE), Certified Quality Auditor (CQA), Certified Manager of Quality/Organizational Excellence (CMQ/OE), Certified Quality Improvement Associate (CQIA)

• Registration Accreditation Board (www.exemplarglobal.org) Certified Management Systems Lead Specialist (CMSLS),

• Insinyur Profesional Utama (IPU) – Badan Kejuruan Teknik Industri- Persatuan Insinyur Indonesia (BKTI – PII)

• Asean Engineer Register (AER No. 10084), Asean Federation of Engineering Organizations (AFEO)

• Senior Member of the American Society for Quality (Member #: 00749775), International Member of the American Production and Inventory Control Society/Association for Supply Chain Management (Member #: 1023620), and Senior Member of the Institute of Industrial and Systems Engineers (Member #: 880194630).
———————–

Pengantar

Banyak orang (masyarakat) awam yang memiliki kesalahan persepsi apabila mendengar dan/atau mempelajari Lean (Six Sigma) Thinking and Approach. Mereka mengira bahwa Lean (Six Sigma) itu adalah disiplin ilmu khusus yang hanya ada dalam bidang-bidang spesialisasi, seperti: Teknik dan Sistem Industri, Manajemen Produksi/Pabrik, dl, padahal Lean (Six Sigma) itu adalah konsep berpikir sistem termasuk metodologi sistem dalam solusi masalahdanpembuatan keputusan yang mengandalkan pada systems thinking, statistical thinking, and design thinking.

Pembelajaran yang menganggap bahwa Lean (Six Sigma) adalah disiplin ilmu khusus semacam ini tidak sampai pada tataran filosofis yang diibaratkan kita harus mencapai puncak gunung atau harus naik pesawat terbang apabila ingin melihat sesuatu. Dalam pembelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi agar bisa mencapai tataran filosofis, maka kita harus memiliki Systems Thinking, Statistical Thinking, dan Design Thinking.

Mengapa Lulusan dari Pendidikan Tinggi Manajemen di Indonesia SULIT Berkompetisi di Pasar Tenaga Kerja Indonesia Maupun Global?

Sebagai seorang PRAKTISI (PRAKtek TIdak Sulit) dalam bidang Manajemen Industri selama lebih dari 28 tahun (sejak lulus S3/Doktor Teknik Sistem dan Manajemen Industri ITB, 1991—IP = 4,0) saya mengamati bahwa lulusan program studi Teknik dan Manajemen Industri (S1 maupun S2) juga program studi Manajemen (S1 maupun S2) bukan saja yang baru lulus TETAPI yang telah memiliki pengalaman kerja SULIT memahami SISTEM Manajemen secara KOMPREHENSIF, sehingga apabila saya membutuhkan seorang asisten untuk membantu dalam implementasi Sistem Manajemen selalu mengalami kesulitan.

Banyak dari mereka TIDAK SIAP berpikir dalam kerangka Sistem Manajemen apalagi dalam mengelola Sistem Manajemen itu yang disebut Manajemen Sistem Manajemen atau disingkat Manajemen Sistem.

Setelah saya menelusuri dari kurikulum pendidikan baik di S1 maupun S2, di samping karena mata kuliah yang diberikan tidak terintegrasi satu sama lain dalam kerangka SISTEM MANAJEMEN, juga karena isi kurikulum lebih banyak menekankan pada pembelajaran TOOLS (alat-alat) dalam manajemen saja. Alat-alat manajemen itu juga TIDAK dipelajari dalam kerangka SISTEM MANAJEMEN, sehingga seolah-olah HANYA belajar TOOLS secara terpisah saja. Pembelajaran semacam ini dalam Taxonomi BLOOM disebut sebagai Lower Order Thinking Skills/LOTS (Keterampilan Pemikiran Tingkat Rendah), karena hanya akan memiliki ke-MAMPU-an sebagai TUKANG saja.

Ketika diamati, ternyata lulusan pendidikan tinggi manajemen yang TIDAK memiliki mindset untuk berpikir tentang SISTEM MANAJEMEN ini akan mengalami ke-SULIT-an untuk belajar lebih lanjut dalam dunia PRAKTEK dan akan SULIT juga menguji KOMPETENSI mereka secara internasional. Hal itu dapat dipahami, sehingga banyak lulusan pendidikan tinggi manajemen di Indonesia yang ketika berusaha menguji KOMPETENSI mereka melalui mengikuti ujian-ujian bersertifikasi dari lembaga-lembaga profesi internasional seperti APICS (www.apics.org) atau ASQ (www.asq.org/cert) akan mengalami ke-SULIT-an untuk LULUS!

Saya mencoba membuat diagram terlampir  untuk memetakan dan membedakan secara hirarki mulai dari SISTEM MANAJEMEN pada level tertinggi, yang terdiri dari berbagai PROGRAM terintegrasi. Setiap PROGRAM terdiri lagi dari PROJECTS yang saling berintegrasi satu dengan yang lain. Sehingga kita dapat mengartikan bahwa PROGRAM sebagai kumpulan dari PROJECTS yang saling berintegrasi satu dengan yang lain untuk mencapai MANFAAT (GOAL) melalui pengelolaan (manajemen) yang terkoordinasi secara baik.

Manajemen dan Hirarki Sistem Manajemen

Jika kita HANYA belajar pada level peralatan (TOOLS) yang merupakan hirarki paling bawah dari sistem manajemen, maka paling mungkin kita HANYA akan mampu mencapai PROJECT individual, karena ketika kita akan merangkai PROJECTS (lebih dari satu PROJECT) ke dalam INTEGRATED PROGRAMS sehingga membentuk SISTEM MANAJEMEN kita TELAH harus membutuhkan HIGHER ORDER THINKING SKILLS/HOTS (Keterampilan Pemikiran Tingkat Tinggi) versi Taxonomi BLOOM agar bisa menjadi seorang Management System Designer. Bukan sekedar menjadi tukang saja. Pekerjaan seorang manajer baik pada level supervisor, middle managers, senior managers, directors HARUS menjadi seorang “Desainer” BUKAN sekedar menjadi “Tukang Jahit” saja,

Dari bagan terlampir di atas, maka kita dapat mempelajari manajemen secara KONSEPTUAL menggunakan PDCA (Plan-Do-Check-Act) approach secara universal sehingga PDCA itu dapat diterapkan untuk mengelola SISTEM MANAJEMEN, mengelola PROGRAM, dan/atau mengelola PROJECTS terintegrasi.

Berdasarkan bagan terlampir dapat didesain ulang kurikulum manajemen secara terintegrasi sehingga setiap mata kuliah yang diajarkan di perguruan tinggi manajemen dapat terintegrasi satu dengan lain dalam kerangka SISTEM MANAJEMEN, bukan semata-mata pembelajaran MANAGEMENT TOOLS saja.

Apa itu Lean (Six Sigma) Thinking?

Lean (Six Sigma) Thinking and Approach sesungguhnya dapat diterapkan dalam semua bidang kehidupan apa saja, termasuk diterapkan pada diri sendiri sehingga menjadi Lean (Six Sigma) Person, diterapkan dalam keluarga sehingga menjadi Lean (Six Sigma) Family, diterapkan dalam team kerja sehingga menjadi Lean (Six Sigma) Working Team, diterapkan dalam organisasi sehingga menjadi Lean (Six Sigma) Organization, diterapkan dalam keseluruhan manajemen (organisasi bisnis, organisasi pemerintah, organisasi sosial, dll) sehingga menjadi Lean (Six Sigma) Management, dst.

Jika seorang siswa/mahasiswa mengadopsi Lean (Six Sigma) Thinking & Approach, maka sang siswa/mahasiswa itu akan menjadi Lean (Six Sigma) Student. Dan Lean (Six Sigma) Thinking & Approach ini bisa diterapkan sejak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sampai program S3 (Doktor) dalam sistem pendidikan, sehingga menjadi Lean (Six Sigma) Education.

Sebagai contoh kasus, VG akan menjelaskan bagaimana Lean (Six Sigma) diterapkan pada seorang Akuntan yang bekerja di perusahaan bisnis, sehingga yang bersangkutan boleh disebut sebagai Lean (Six Sigma) Accountant yang memahami dan menerapkan Lean (Six Sigma) Accounting dalam praktek profesionalnya.

Jika seorang Akuntan yang bekerja di perusahaan bisnis dan MASIH berpikir tradisional, maka Sang Akuntan HANYA menerapkan Traditional Accounting seperti dalam Bagan 2 terlampir. TETAPI apabila Sang Akuntan itu telah mengadopsi Lean (Six Sigma) Thinking and Approach dan menjadi Lean (Six Sigma) Accountant, maka ia akan mencari di mana saja sumber-sumber pemborosan (source of WASTE) yang menyebabkan biaya aktual harga pokok penjualan (Actual Cost of Goods Sold/Actual COGS) tinggi sehingga penetapan harga (pricing policy) menjadi TIDAK kompetitif dibandingkan kompetitor (pesaing utama). Agar bisa mengidentifikasi WASTE, maka Sang Akuntan itu HARUS mengetahui berapa sesungguhnya Standar Harga Pokok Penjualan (Standard Cost of Goods Sold/Standard COGS) dari produk yang dijual pada tingkat kualitas, pelayanan, dll yang telah ditetapkan itu? Dengan demikian Sang Lean (Six Sigma) Accountant itu bisa menghitung WASTE = Actual COGS – Standard COGS.

Contoh penerapan Lean (Six Sigma) Accounting ditunjukkan dalam dua bagan berikut.

Bagan Lean Product Costing

Dari kedua bagan di atas, kita mengetahui bahwa aplikasi Lean (Six Sigma) Accounting akan mampu meningkatkan  keuntungan bersih (Net Profit), karena Lean (Six Sigma)  berfokus pada eliminasi semua pemborosan (WASTE) dalam proses berupa pemborosan penggunaan material pemborosan penggunaan tenaga kerja, pemborosan penggunaan listrik, air, energi, ruangan, dst sehingga akan menurunkan biaya-biaya material, menurunkan biaya-biaya tenaga kerja, menurunkan biaya-biaya overhead, dstnya.

Demikian pula apabila, misalnya Lean (Six Sigma) Thinking and Approach itu diterapkan pada diri sendiri, sehingga menjadi Lean (Six Sigma) Person, maka seseorang akan bisa memperkirakan berapa pemborosan yang akan terjadi sepanjang hidupnya, jika ia MASIH mempertahankan prestasi sekarang? Misalnya kita mengetahui bahwa kita memiliki penghasilan rendah sebagai konsekuensi BELUM berkompeten sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja. Apakah kita akan mempertahankan prestasi kita itu sepanjang hidup dan menerima saja penghasilan yang rendah dengan alasan pembenaran bahwa Rejeki Telah Diatur Oleh Tuhan Yang Maha Kuasa?

Seseorang yang TELAH mengadopsi Lean (Six Sigma) Thinking and Approach PASTI akan berusaha untuk meningkatkan kompetensinya menggunakan Lean (Six Sigma) Learning Formula sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja dan sebagai konsekuensi dari peningkatan kompetensi itu, maka ia akan bekerja sangat EFEKTIF dan EFISIEN (Efektivitas Tinggi vs. Efisiensi Tinggi) seperti dalam Kuadran D dari Bagan berikut.

Bagan Kuadran D: Efektivitas Tinggi vs. Efisiensi Tinggi

Jika seseorang yang berpikiran Lean (Six Sigma) selalu mempertahankan agar terus-menerus berada dalam Kuadran D (Efektivitas Tinggi vs. Efisiensi Tinggi), maka sebagai seorang profesional, ia akan  memperoleh imbalan berupa penghasilan yang tinggi.

Jika kita telah memiliki Lean (Six Sigma) Thinking and Approach, maka indikator kinerja kita selalu berkaitan dengan dua hal utama, yaitu: PRODUKTIVITAS = Output atau Outcome / Input, dan EFISIENSI = PRODUKTIVITAS Aktual / Produktivitas Terbaik. Catatan: Sebagai pembanding Produktivitas Terbaik bisa mengambil contoh produktivitas di negara-negara maju (Singapore, Australia, New Zealand, Canada, Jepang, USA, Jerman, dst).

Demikian penjelasan tentang Lean (Six Sigma) Thinking and Approach, yang semata-mata BUKAN sekedar praktek-praktek dalam bidang Industri, Bisnis, Pabrik Manufaktur, dll. Tetapi dapat diterapkan dalam semua bidang kehidupan.

Pembelajaran dan praktek seperti yang dijelaskan di atas itu akan memudahkan kita mencapai tahap WISDOM dalam model DIKUW (Data-Information-Knowledge-Understanding-Wisdom) dalam bagan terlampir.

Bagan Model DIKUW
Bagan Perbedaan Information, Knowledge, Wisdom

Penjelasan Model DIKUW (Data-Information-Knowledge-Understanding-Wisdom)

Model DIKUW (Data-Information-Knowledge-Understanding-Wisdom) ini dikembangkan pertama kali oleh Ackoff pada tahun 1988 dan terakhir pada tahun 2004 dimodifikasi lagi oleh Carpenter & Cannady dengan menambahkan Lingkungan (Environment) dan Visi (Vision).

Penjelasan tentang Model DIKUW (Data-Information-Knowledge-Understanding-Wisdom):

1.         Data (D) adalah simbol, kata-kata, angka-angka, fakta yang belum bermanfaat apa-apa. Kita TIDAK akan memperoleh atau mengetahui apa-apa dari data (Know-Nothing). Tetapi data harus dikumpulkan, jika kita ingin memahami tentang suatu fenomena.

2.         Agar bermanfaat, maka Data (D) HARUS diproses dan disusun secara teratur agar menjelaskan tentang apa, siapa, di mana, dan kapan fenomena itu terjadi (Know-What). Data (D) yang TELAH diproses ini disebut sebagai Informasi/Information (I).

3.         Data (D) dan Informasi (I) akan membentuk Teori (T) yang merupakan kerangka kerja untuk menjelaskan perilaku suatu fenomena.

4.         Jika kita bisa menerapkan Teori (T), maka kita akan memperoleh Pengalaman/Experience (E).

5.         Informasi (I), Teori (T), dan Pengalaman (E) ini yang akan membentuk Pengetahuan/Knowledge (K) yang menjelaskan bagaimana suatu fenomena itu terjadi (Know-How)?

6.         Selanjutnya apabila Pengetahuan/Knowledge (K) itu diterapkan, misalnya dalam proses pembuatan keputusan (Knowledge-Based Decision Making), maka kita akan memperoleh Pemahaman/Understanding (U) tentang Mengapa suatu fenomena itu terjadi (Know-Why)? Proses Pembelajaran (Learning) terjadi pada point 5 dan 6. Semua Langkah 1 sampai 6 merupakan pandangan masa lalu tentang suatu fenomena yang berfungsi untuk Pengendalian dan Efisiensi (Control and Efficiency).

7.         Jika kita TELAH memahami secara baik tentang Mengapa suatu fenomena itu terjadi (Know-Why), kemudian kita memberikan pertimbangan, pemikiran jangka panjang yang bersifat strategik, dll, maka kita akan MAMPU menerapkan WISDOM (Hikmat/Kebijaksanaan) yang berfungsi untuk memperoleh hasil terbaik (Know-Best) dan hal ini berkaitan dengan peningkatan Nilai dan Efektivitas (Values and Effectiveness).

Dari Bagan DIKUW (Data-Information-Knowledge-Understanding-Wisdom), maka kita tidak mungkin mencapai hikmat/kebijaksanaan (Wisdom), tanpa pemahaman penuh terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Knowledge Management System), yaitu Understanding (U) dalam model DIKUW (Data-Information-Knowledge-Understanding-Wisdom) itu.

Sistem Manajemen Kebijaksanaan (Wisdom Management System)

Jika kita telah mencapai tahap Understanding dalam model DIKUW (Data-Information-Knowlede-Understanding-Wisdom), baru kita akan melangkah mencapai ke tahap Wisdom, dan hal ini dapat dikelola menggunakan Wisdom Management System.

Wisdom Management System seperti biasa mengikuti sistematika pemikiran dalam model DIKUW: Data – Information – Knowledge – Understanding – Wisdom.

Langkah-langkah implementasi secara sistematik dilakukan sebagai berikut:

  • Menciptakan Enterprice Application Integration (EAI) yang memberikan kerangka kerja sebagai pendekatan holistik secara komprehensif dalam proses desain Knowledge Management/Wisdom Management system.
  • Mulai dari Critical SUCCESS Factors (CSFs) organisasi yang akan mengendalikan organisasi di mana Wisdom (Hikmat/Kebijaksanaan) perlu diterapkan.
  • Menggunakan diagram sebab-akibat (cause-and-effect diagram) untuk menentukan titik-titik atau simpul keputusan penting, di mana Wisdom (Hikmat/Kebijaksanaan) perlu diterapkan.
  • Sambungkan atau kaitkan “Points of Wisdom” agar memberikan hasil-hasil optimum, sebagai misal mengaitkan titik-titik atau simpul di mana pembuat keputusan perlu memiliki kemampuan mempertimbangkan secara bijaksana untuk memperoleh hasil-hasil terbaik.
  • Menggunakan manajemen proses bisnis (BPM = Business Process Management) dan optimisasi di dalam serta di luar organisasi agar memperoleh pemahaman terbaik dan optimisasi dari operasional proses-proses organisasi.
  • FOCUS (Follow One Commitment Until SUCCESS) pada visualisasi KPI (Key Performance Indicators), termasuk Virtual Reality (VR) dari keterkaitan semua “Points of Wisdom” dan di mana perubahan-perubahan beserta penyesuaian perlu dilakukan.

Catatan: Virtual Reality (VR) adalah simulasi yang dihasilkan oleh komputer dari gambar tiga dimensi atau lingkungan yang dapat berinteraksi dengan cara yang tampak (seolah-olah) nyata atau fisik oleh seseorang yang menggunakan peralatan elektronik khusus, seperti helm dengan layar di dalam atau sarung tangan yang dilengkapi dengan sensor.

Itulah manajemen masa kini dan masa depan menghadapi Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0.

Catatan VG:

Kita tidak mungkin mencapai hikmat/kebijaksanaan (Wisdom), tanpa pemahaman penuh terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi (Knowledge Management System), yaitu Understanding (U) dalam model DIKUW (Data-Information-Knowledge-Understanding-Wisdom)..

Perlu dicatat bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi dan komputer sekarang ini telah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya (Ibrani: Ysya’yahu; Arab: أشعياء Asya’yaa; Inggris: Isaiah, Yah adalah keselamatan) pada abad ke-8 sebelum masehi, di mana dalam Isaiah 33:6 telah menyatakan:

“He will be the sure foundation for your times, a rich store of salvation and wisdom and knowledge; the fear of the LORD is the key to this treasure” atau jika diterjemahkan secara bebas akan berarti:

“Dia akan menjadi fondasi yang pasti untuk zaman Anda, gudang keselamatan dan kebijaksanaan serta pengetahuan yang kaya; takut akan TUHAN adalah kunci dari harta ini”.

Berdasarkan uraian di atas, kita memhami bahwa pembelajaran hanya sampai tingkat Data dan Information dalam Model DIKUW, merupakan pembelajaran tingkat paling rendah seperti dikemukakan dalam Bagan Hirarki DIKUW berikut.  

Tabel Hirarki dari Informasi Sampai Kebijaksanaan

Experiential Learning

Solusi nyata dan ampuh bagi pembelajaran untuk sistem pendidikan di Indonesia BUKAN sekedar berbagai diskusi, wacana, narasi, pernyataan-pernyataan normatif, yang menghabiskan waktu 95% untuk HANYA berfokus pada Explicit Knowledge yang kontribusinya hanya 5% dalam Total Knowledge System, TETAPI seharusnya pada Experiential Learning. Kontribusi Tacit Knowledge (95%) dan Explicit Knowledge (5%) dalam Total Knowledge System ditunjukkan dalam Bagan terlampir.

Bagan Tacit Knowledge and Explicit Knowledge

Experiential Learning adalah proses pembelajaran yang mengaitkan secara langsung keterkaitan pendidikan, pekerjaan, dan pengembangan Diri seperti diungkapkan oleh David Kolb (2015) dalam bukunya: Experiential Learning.

Melalui Experiential Learning baru kita akan memperoleh Tacit Knowledge yang 95% itu sehingga kita siap sebagai sumber daya manusia memasuki pasar tenaga kerja nasional, regional, maupun global. Jika hanya memiliki Explicit Knowledge yang hanya 5% itu, maka hampir pasti kita tidak akan pernah menjadi SDM Unggul.

Experiential Learning dapat dibaca di sini:

http://www.bu.edu/ctl/guides/experiential-learning/
Penjelasan Singkat tentang Experiential Learning

Apa yang dikemukakan oleh David Kolb (2015) ini telah dirumuskan dalam Lean Learning Formula dan dapat didesain menggunakan PDCA (Plan-Do-Check-Act) for SUCCESS versi VG berikut.

Bagan Lean Learning Formula
Bagan PDCA Education Management System Framework for SUCCESS

Sistem Pendidikan Manajemen Berbasis Kebutuhan Pasar Tenaga Kerja Global

Jika sistem pendidikan Indonesia ingin kompetitif, maka sistem pendidikan harus menyesuaikan atau beradaptasi dengan kebutuhan pasar global.

Sistem pendidikan manajemen bisnis dan industri di Indonesia akan semakin tertinggal, jika sistem pendidikan itu tidak mampu membekali lulusannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi Lean Management Skills.

Kregel, et. al. (2019) melakukan survey melalui mengamati 2.071 postingan iklan mencari tenaga kerja profesional di berbagai media di Germany (346 postingan), UK (373 postingan), dan USA (1.352 postingan) tentang job’s title dan kriteria yang diperlukan dalam pasar tenaga kerja berbasis Lean Management Skills seperti ditunjukkan dalam bagan-bagan terlampir.

Dua bagan berikut menunjukkan Job’s Title berbasis Iptek Lean Management skills.

Job’s Title Berbasis Lean Management Skills
Job’s Title Berbasis Lean Management Skills (Lanjutan)
Posted in
css.php