2016

Home » Blog » 2016 » Bagaimana Mengaplikasikan Statistical Tools, Statistical Engineering, dan Statistical Thinking? Penjelasan Berdasarkan Pengalaman Aktual

15-07-16

Bagaimana Mengaplikasikan Statistical Tools, Statistical Engineering, dan Statistical Thinking? Penjelasan Berdasarkan Pengalaman Aktual



  • Bahasa Indonesia
  • English

Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt,
The American Society for Quality (www.asq.org) Certified Manager of Quality/Organizational Excellence (CMQ/OE), Certified Quality Engineer (CQE), Certified Six Sigma Black Belt (CSSBB), Certified Quality Auditor (CQA),
The American Production and Inventory Control Society (www.apics.org) Certified Fellow in Production and Inventory Management (CFPIM), Certified Supply Chain Professional (CSCP),
The International Quality Federation (www.iqf.org) Six Sigma Master Black Belt (SSMBB),
The Registrar Accreditation Board (RAB) by Australia-based Quality Society of Australia (QSA)- (www.exemplarglobal.org) Certified Management Systems Practitioneer (CMSP)

Banyak pertanyaan yang muncul dalam inbox facebook saya tentang apa yang dimaksudkan dengan Statistical Tools, Statistical Engineering, dan Statistical Thinking itu serta bagaimana mengaplikasikan mereka masing-masing?

Agar dipahami terlebih dahulu bahwa Statistical Tools biasa diaplikasikan pada level manajemen operasional, Statistical Engineering diaplikasikan pada level manajemen taktikal, dan Statistical Thinking diaplikasikan pada level manajemen strategik pada berbagai level manajemen sistem baik dalam organisasi, negara, skala mikro atau makro, sub-sistem, sistem, maupun super sistem?

Tulisan ini adalah berupa KONSEP yang telah terbukti aplikasinya, sehingga meskipun contoh yang diberikan adalah pada sistem atau subsistem, TETAPI semua konsep dapat diterapkan dalam skala mikro maupun makro, mulai dari subsistem, sistem, sampai super sistem. Bagi mereka yang tidak memahami management systems, maka hampir dapat dipastikan akan mengalami kesulitan dalam memahami aplikasi statistical tools, statistical engineering, dan aplikasi statistical thinking dalam berbagai level manajemen baik pada skala mikro maupun makro, mulai dari level operasional, level taktikal, maupun level strategik. Jadi prasyarat untuk mempelajari statistical tools, statistical engineering, statistical thinking agar efektif dan efisien dalam penggunaannya, maka harus terlebih dahulu memahami management systems.

Saya akan mengambil satu saja alat statistika (statistical tools), yaitu: analisis korelasi untuk dibahas dalam tulisan ini. Analisis korelasi berfungsi untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel.

Ketika belajar secara formal dan sangat serius (karena saya berlatar belakang sarjana peternakan yang TIDAK memahami teori-teori statistika, serta pernah tinggal kelas satu tahun karena tidak lulus mata kuliah pengantar statistika yang sangat sederhana di program sarjana peternakan sebelum ada sistem SKS), pada program pascasarjana (S2) Statistika Terapan, saya diajarkan tentang manfaat dari penggunaan analisis korelasi beserta berbagai asumsi yang harus dipenuhinya.

Catatan: Semua statistical tools termasuk analisis univariate maupun multivariate, juga berbagai teknik experimental designs tentu saja menjadi hal yang sangat mudah bagi seorang berpendidikan Master of Applied Statistics (M.St).

 

Kemudian saya mengetahui bahwa koefisien korelasi akan bervariasi dari minus 1 (hubungan negatif sempurna) sampai plus 1 (hubungan positif sempurna). Semakin tinggi angka koefisien korelasi (apakah positif atau negatif) yang semakin menjauh dari nilai NOL menuju plus/minus SATU, maka kita boleh berharap bahwa terdapat hubungan yang makin erat (apakah positif atau negatif) antara dua variabel yang sedang dipelajari.

Dahulu sebelum ada paket software komputer, maka saya selalu menggunakan kalkulator biasa, harus membuat kolom-kolom dalam kertas putih menggunakan penggaris dan mulai melakukan perhitungan-perhitungan: tentang jumlah pasangan data (n), nilai total variabel X (Total X), nilai total variabel Y (Total Y), nilai total X-kuadrat, nilai total Y-kuadrat, dan nilai total XY (perkalian angka X dengan angka Y). Selanjutnya nilai-nilai total itu dimasukkan ke dalam rumus korelasi untuk menghitung koefisien korelasi. Kemudian menguji signifikansi menggunakan tabel t-Student, dan menarik kesimpulan: terdapat hubungan positif yang sangat signifikan (jika p < 0,01) antara variabel X dan variabel Y, apabila koefisien korelasi positif besar mendekati satu.

Selanjutnya dengan kemajuan teknologi software komputer, maka perhitungan analisis korelasi yang melelahkan secara manual dan membutuhkan waktu lama dengan tingkat ketelitian tinggi TELAH dapat dilakukan secara singkat (dalam hitungan detik) dengan tingkat akurasi mencapai 100%.

Meskipun program pascasarjana (S2) Statistika Terapan TELAH memberikan landasan yang sangat kuat tentang ilmu statistika, TETAPI penerapannya bagi saya pribadi masih “meraba-raba” terutama memilih variabel-variabel apa saja yang perlu dipelajari dalam penggunaan statistical tools itu. Kita akan menjadi ahli penggunaan statistical tools, TETAPI saya merasa ada yang kurang dalam aplikasi pada dunia nyata (pengalaman pribadi belajar Statistical Tools).

Ketika mengikuti program Doktor (S3) Teknik Sistem dan Manajemen Industri saya berkenalan dengan Statistical Engineering yang lebih mudah untuk diaplikasikan dalam dunia nyata. Ketika kuliah pada program S3 Teknik Sistem dan Manajemen Industri itu, berbagai pendekatan sistem baik secara teori sistem, pemodelan sistem, analisis sistem, perbaikan sistem, sampai pada desain sistem baru maupun desain ulang sistem, baik pada skala mikro (organisasi) maupun pada skala makro (negara) dipelajari secara intensif.

Melalui Statistical Engineering, maka penggunaan analisis korelasi, misalnya dalam kasus yang mau disampaikan ini, menjadi semakin nyata dan mudah dalam memahaminya. Ikuti pembahasan tentang Statistical Engineering.

Sistem didefinisikan sebagai kumpulan elemen/komponen yang saling berinteraksi satu sama lain dalam mekanisme hubungan paralel dan/atau serial untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Jika kita memahami fungsi matematik: O (output) akan tergantung pada I (input), maka kita bisa melakukan analisis korelasi antara variabel input (I) dan variabel output (O) pada sistem apa saja, baik mikro maupun makro. Dalam hal ini pemahaman kita terhadap analisis korelasi, misalnya, bukan sekedar menghitung koefisien korelasi dan mencari tahu keeratan hubungan antara variabel X dan variabel Y, TETAPI kita mampu memetakan perilaku sistem melalui hubungan antara variabel Input (I) yang diproses (P) untuk menghasilkan variabel Output (O) yang diinginkan.

Hal ini bisa diterangkan misalnya dalam manajemen produksi dikenal apa yang disebut BOM (Bill of Materials), Formula, Resep, dll.

Saya mengambil contoh untuk merakit satu buah mobil (Output = 1 unit), kita membutuhkan lima buah ban (Input = 5 unit), maka secara otomatis apabila kita akan merakit 10,000 mobil (Output = 10,000 unit), maka kita membutuhkan bahan baku ban sebanyak 10,000 unit mobil x 5 ban/unit mobil = 50,000 buah ban.

Analisis korelasi terhadap penggunaan ban (Input) dalam proses produksi untuk menghasilkan mobil (Output) dapat dihitung dan ditelusuri tingkat efisiensi dan produktivitas HANYA berdasarkan besaran koefisien korelasi antara Input ban dan Output mobil. Dalam hal ini pemahaman Statistical Engineering TELAH menjadi lebih bermanfaat daripada sekedar pemahaman Statistical Tools.

Terlihat perbedaan, apabila kita HANYA memahami Statistical Tools (dalam contoh analisis korelasi), maka kita hanya MAMPU menganalisis koefisien korelasi dan informasi yang diperoleh HANYA keeratan hubungan antara dua variabel X dan Y. TETAPI apabila kita telah memahami Statistical Engineering, maka kita akan MAMPU memilih variabel yang relevan dalam sistem, melakukan analisis perilaku sistem, menghitung efisiensi dan produktivitas sistem, dan berbagai informasi lainnya, dan semua itu HANYA berdasarkan besaran koefisien korelasi. Jadi bukan sekedar mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel, TETAPI jauh melampaui hal itu.

Bagaimanapun, saya masih merasa belum PUAS dalam memahami Statistical Tools yang telah dipelajari pada program pascasarjana (S2) Statistika Terapan, maupun Statistical Engineering yang diperoleh pada program Doktor (S3) Teknik Sistem dan Manajemen Industri.

Karena kuliah S4 tidak ada lagi (yang ada es teller), maka saya mencari terus tentang pengembangan Statistical Tools maupun Statistical Engineering yang telah dipahami itu. Pencarian terus-menerus ini membuahkan hasil ketika belajar dan mengambil ujian sertifikasi dalam bidang Six Sigma, mulai dari belajar tentang Six Sigma, mengikuti ujian level Six Sigma Black Belt, sampai Six Sigma Master Black Belt (tingkatan paling tinggi dalam kurikulum Six Sigma). Pemahaman itu ditemukan melalui Statistical Thinking yang akan diuraikan berikut ini.

Jika maksimum dari koefisien korelasi positif adalah plus satu (+1) dan minimum dari koefisien korelasi negatif adalah minus satu (-1), maka analisis pemborosan (waste) dalam sistem dapat menggunakan koefisien korelasi dalam rentang nilai minus 1 sampai plus 1 itu.

Kembali kepada contoh penggunaan Input ban (I) yang diproses dalam sistem produksi (P) untuk menghasilkan Output mobil (O). Jika diketahui bahwa hubungan kedua variabel Input (I) dengan Output (O) dapat menggunakan analisis korelasi, maka secara otomatis apabila besaran koefisien korelasi adalah Plus 1 (+1), maka sistem produksi mobil sangat sempurna dalam arti terjadi Zero Defect. Artinya, jika kita MAMPU mempertahankan kinerja dari sistem produksi mobil tetap sempurna, yaitu: setiap mobil (O = 1 mobil) HANYA menggunakan ban (I = 5 buah), sesuai standar produksi TANPA cacat (orientasi Lean Six Sigma), maka semua data variabel penggunaan ban (Input) apabila dikorelasikan dengan semua data variabel hasil mobil (Output) HARUS bernilai Plus 1 (+1).

Penyimpangan dari nilai koefisien korelasi PLUS 1 (+1) berarti TELAH terjadi pemborosan penggunaan sumber daya Input dalam contoh ini adalah ban. Tentu saja kita bisa memberikan toleransi sampai berapa persen BOLEH diijinkan pemborosan, jika berbagai input lainnya seperti: mesin-mesin, tenaga kerja, fasilitas, dll belum sempurna untuk mendukung Konsep Produksi Lean Six Sigma (Zero Defect and Zero Waste Oriented).

Bagaimanapun apabila koefisien korelasi telah jauh menyimpang dari PLUS 1 (+1), katakanlah menjadi PLUS 0,7 (+0,7), maka kita BUKAN saja HARUS memperbaiki SISTEM, TETAPI harus mencurigai bahwa kemungkinan besar ada tindakan kriminal pencurian ban-ban mobil dalam pabrik.

Tampak betapa sangat penting dan sangat berharga dalam meningkatkan kinerja sistem, ketika kita memahami aplikasi Statistical Thinking dalam Manajemen Sistem.

Terlihat bahwa suatu analisis korelasi sederhana pada seseorang yang HANYA memahami Statistical Tools semata, maka ia HANYA akan menghasilkan informasi tentang keeratan hubungan antara dua variabel.

Ketika analisis korelasi sederhana itu dilakukan oleh seseorang yang memahami Statistical Engineering, maka ia akan mampu mengendalikan perilaku sistem melalui pengendalian kualitas, efisiensi, produktivitas, dll.

TETAPI ketika analisis korelasi sederhana itu dilakukan oleh seseorang yang memahami Statistical Thinking, maka ia akan MAMPU memutuskan apakah perlu meningkatkan kinerja Sistem menggunakan Pendekatan Six Sigma, DMAIC, yaitu: DEFINE variabel-variabel yang akan dipelajari, MEASURE data dari variabel-variabel dalam sistem, ANALYZE menggunakan statistical tools (dalam contoh adalah korelasi sederhana), IMPROVE meningkatkan kinerja sistem agar mendekati atau mencapai zero defect (koefisien korelasi sama dengan plus 1 untuk Input ban dan Output mobil), dan CONTROL mengendalikan sistem agar tetap sempurna menghasilkan zero defect (dalam contoh ini koefisien korelasi tetap PLUS 1).

Jika pendekatan DMAIC tidak akan mampu membawa sistem menuju zero defect (koefisien korelasi PLUS 1 dalam contoh Input ban dan Output mobil), maka seseorang yang memahami Statistical Thinking HARUS mendesain ulang sistem menggunakan pendekatan Design for Lean Six Sigma (DMADV = Define, Measure, Analyze, Design, Verify).

Dalam dunia nyata, kedua pendekatan ini Lean Six Sigma DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dan Design for Lean Six Sigma DMADV (Define, Measure, Analyze, Design, Verify) ini dipergunakan atau diterapkan tergantung pada situasi dan kondisi sistem real yang ada.

Berdasarkan kurikulum Lean Six Sigma, maka seorang Green Belt harus menguasai Statistical Tools dan akan ditempatkan pada level operasional untuk bekerjasama dengan supervisors. Seorang Black Belt harus menguasai Statistical Tools dan Statistical Engineering dan bekerja sama dengan para managers (middle management). Sedangkan seorang Master Black Belt harus menguasai Statistical Tools, Statistical Engineering, dan Statistical Thinking agar mampu bekerja sama dengan top management (CEO, COO, Directors, etc).

Jika kita telah memahami hal di atas, pertanyaan saya mengapa kurikulum Statistika di perguruan tinggi Indonesia tidak mau mengadopsi atau menyesuaikan dengan kurikulum Lean Six Sigma agar lulusan perguruan tinggi di Indonesia MAMPU berkompetisi dalam pasar global? Alasan paling mungkin adalah kualitas dosen yang “lack of experience” dalam aplikasi statistical tools, statistical engineering, dan statistical thinking dalam berbagai situasi dan kondisi nyata untuk meningkatkan kinerja sistem-sistem yang ada.


Itu yang saya harapkan agar jurusan teknik, terutama teknik industri menambah keterampilan berpikir statistika (statistical thinking), karena mereka telah memahami statistical engineering and statistical tools. TETAPI bagi jurusan lain, termasuk jurusan statistika sendiri yang telah memahami statistical tools BELUM tentu memahami statistical engineering dan statistical thinking.

Kelemahan sekaligus kesalahan terbesar ketika belajar statistika di perguruan tinggi adalah para dosen dan mahasiswa belajar dengan mindset bahwa statistika HANYA terdiri dari kumpulan rumus-rumus dan uji-uji statistika sehingga seolah-olah statistika HANYA melatih keterampilan berhitung saja. Padahal belajar matematika dan statistika sesungguhnya adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir logika dan tajam dalam menganalisis suatu permasalahan dalam sistem-sistem apa saja, kemudian memecahkan masalah-masalah sistem itu agar meningkatkan kinerja dari sistem seperti bagan yang ditunjukkan dalam tulisan di atas.

Hal di atas dapat terjadi karena buku-buku statistika yang dipublikasikan, baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Inggris HANYA membahas statistical tools, dan jarang mengaitkan antara statistical tools, statistical engineering, and statistical thinking. Contoh buku teks berikut yang menampilkan 100 uji-uji statistika disajikan seperti buku resep yang mudah. TETAPI bagi mereka yang belajar statistika dari buku semacam ini HANYA memahami statistical tools saja. HAMPIR dipastikan tidak akan memahami statistical engineering, apalagi statistical thinking.
http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?md5=756173AEB88205E5B55FBAB74F2F85A4


Mulai dari mana saya Belajar Statistical Tools, Statistical Thinking, and Statistical Engineering? Jawaban saya adalah: download buku Systems Thinking: Creative Holism for Managers berikut, kemudian baca sampai tamat buku ini, baru mulai memikirkan belajar Statistika, Operations Research atau Management Science, dan berbagai ilmu lainnya. TANPA memahami terlebih dahulu tentang Systems Thinking ini, maka apapun yang akan Anda pelajari akan sia-sia. Itu pengalaman pribadi saya. Jika ada hal-hal yang tidak dipahami dalam buku Systems Thinking ini, maka boleh menanyakan kepada saya, baik langsung via facebook maupun via inbox facebook.
http://gen.lib.rus.ec/book/index.php?md5=1784046B923CBB7063567D2B157A5326


Setelah memahami seluk-beluk tentang SISTEM dalam buku Systems Thinking yang direkomendasikan di atas, maka berbagai ilmu manajemen menjadi SANGAT MUDAH dipahami!! Karena Manajemen Modern yang dibahas sekarang ini berlandaskan pada tiga aliran utama, yaitu: (1) Systems Approach, (2) Management Science Approach, dan (3) Contingency or Situational Approach. Bagan terlampir adalah struktur dari buku Systems Thinking yang direkomendasikan untuk mulai belajar dari sana. Mengapa semua lulusan S1/S2/S3 dari ITB sangat memahami Systems Thinking? Karena Systems Thinking adalah mata pelajaran wajib yang diberikan kepada seluruh mahasiswa ITB, apakah berbentuk mata kuliah khusus atau kuliah pengantar dari hampir semua mata kuliah yang diberikan. Tentu saja karena dosen-dosen ITB juga telah memahami (berkompeten) tentang Systems Thinking.

Salam SUCCESS.

WordPress Tabs Free Version

Posted in
css.php