2015

Home » Blog » 2015 » Eksportir Indonesia Kehilangan Momentum Menikmati Gain Pelemahan Rupiah

23-07-15a

Eksportir Indonesia Kehilangan Momentum Menikmati Gain Pelemahan Rupiah



  • Bahasa Indonesia
  • English

FAKTA berikut telah membantah pendapat asal bunyi TANPA disertai informasi dan analisis bahwa pelemahan rupiah akan meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia sehingga akan meningkatkan nilai EKSPOR Indonesia! Agar diketahui saja bahwa MANAJEMEN itu berdasarkan FAKTA dan ANALISIS bukan berdasarkan pendapat asal bunyi (ilmu omong-omong asal bunyi TANPA SOLUSI), sehingga peningkatan EKSPOR bukan asal ngomong TETAPI ada faktor-faktor atau variabel-variabel yang harus diukur, direncanakan, dilaksanakan, dikontrol, dan ditingkatkan terus-menerus dalam prinsip-prinsip MANAJEMEN PDCA = Plan, Do, Check, Act.

Di samping faktor kualitas dan harga produk manufaktur Indonesia yang tidak kompetitif di pasar internasional, ada beberapa faktor seperti: permintaan terhadap komoditas primer termasuk produk tambang (industri primer) yang menurun beserta harga yang anjlok, produk industri manufaktur Indonesia sulit memasuki pasar-pasar Eropa dan USA karena pembebanan tarif masuk yang tinggi, sehingga tidak kompetitif dari segi harga jual.

Kebijakan pemerintah Indonesia terbaru melalui peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK/010/2015 adalah menaikkan semua tarif bea masuk produk-produk impor barang konsumsi bervariasi dari 15% sampai 150%. Konsekuensi dari hal ini, maka harga-harga barang konsumsi impor akan naik. Bentuk proteksi semacam ini PASTI akan “dibalas” oleh negara-negara lain yang juga akan melindungi pasar domestik mereka.

Catatan: baca bahwa dengan peraturan menteri keuangan yang baru yang mengenakan tarif bea masuk barang-barang konsumsi mulai dari 15% – 150% PASTI akan menaikkan harga-harga barang konsumsi. Akan terjadi PHK di mana-mana karena kelesuan ekonomi. Memangnya daya beli masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah pekerja itu tidak akan terpengaruh? Silakan BUKTIKAN hasil analisis dan prediksi saya dalam 6 bulan ke depan, bisa saja SALAH!. Mungkin dengan ngomong terus setiap waktu bahwa Indonesia PASTI LOLOS, TIDAK AKAN terkena DAMPAK NEGATIF bisa menambah keyakinan diri untuk SUCCESS melewati badai krisis ekonomi yang telah menjalar ke mana-mana di dunia itu.

Yang harus dikuatirkan dalam perekonomian Indonesia mendatang (minimum 6 bulan dari sekarang) adalah kemungkinan terjadi krisis ekonomi di Indonesia sebagai konsekuensi dari krisis ekonomi yang terjadi sekarang di China. Dua negara kuat yang telah terkena dampak negatif dari krisis ekonomi di China adalah Australia dan Canada.

Sulit membayangkan bahwa Indonesia tidak akan mengalami masalah ekonomi sebagai dampak negatif dari efek krisis ekonomi di China, mengingat transaksi perdagangan Indonesia – China mengambil porsi terbesar dalam ekspor non migas Indonesia. Jika pada tahun 2014 nilai ekspor non migas Indonesia ke China mencapai US$ 16,46 miliar, maka periode Jan – Jun 2015 nilai ekspor non migas Indonesia ke China baru mencapai US$ 6,65 miliar.

Jika kita melihat secara komprehensif bahwa perekonomian Indonesia yang mayoritas masih ditopang dari ekspor sekitar 24%, konsumsi domestik masyarakat sekitar 56%, dan konsumsi pemerintah sekitar 8%, serta kontribusi China terhadap ekspor non migas Indonesia sekitar 12%, maka bersiap-siap saja Indonesia menghadapi badai KRISIS EKONOMI yang akan segera terjadi mengikuti berbagai negara kuat seperti Australia, Canada, dll.

Semua pernyataan asal bunyi bahwa FUNDAMENTAL ekonomi Indonesia kuat, dll mudah-mudahan memperoleh MUJIZAT dari Tuhan agar Indonesia terbebas dari KRISIS EKONOMI dalam masa 6 – 12 bulan mendatang.


Analisis dan informasi berikut ditujukan kepada mereka yang TIDAK memahami permasalahan dalam dunia nyata industri manufaktur di Indonesia dan selalu mengeluarkan pernyataan TANPA FAKTA dan berdasarkan informasi yang akurat.

FAKTA menunjukkan bahwa pelemahan nilai rupiah TELAH meningkatkan biaya manufacturing (manufacturing cost) dari industri-industri manufaktur di Indonesia. Saya saat ini sedang “membedah” laporan keuangan dari satu perusahaan konglomerat besar dengan aset puluhan trilyun karena mengalami kerugian selama 6 bulan pertama di tahun 2015 ini. Analisis menunjukkan bahwa penjualan menurun sedangkan biaya manufakturing meningkat. Mengapa pelemahan rupiah TELAH meningkatkan biaya manufacturing? Karena kandungan impor dalam hal bahan baku dan bahan pembungkus masih tinggi dan itu adalah FAKTA bahwa industri-industri manufaktur di Indonesia MASIH menggunakan bahan baku impor sampai di atas 60%.

Agar dipahami bahwa rata-rata Cost of Good Sold (COGS) dari industri-industri manufaktur di Indonesia berkisar di angka 60% – 80% (tergantung efisiensi produksi) dan minimum 60% dari struktur biaya ini tergantung pada harga impor yang nota bene HARUS dibayar dalam USD (Dollar Amerika). Dengan demikian pernyataan bahwa pelemahan nilai rupiah akan menurunkan biaya manufactur (manufacturing cost) HANYA berlaku kalau kandungan bahan baku 100% berasal dari bumi Indonesia. TETAPI siapa yang bisa menunjukkan bahwa ada industri manufaktur di Indonesia yang TIDAK menggunakan bahan baku IMPOR secara minimum, katakanlah HANYA maksimum 20%?

Data Bank Mandiri tahun 2014 menunjukkan kandungan impor dari industri manufaktur di Indonesia bukannya menurun TETAPI meningkat dari 62% menjadi 68% selama lima tahun terakhir. Berarti ketergantungan akan bahan baku impor BUKAN membaik atau menurun TETAPI memburuk atau meningkat. Bahwa produk industri manufaktur Indonesia mengandalkan bahan baku lokal dari bumi Indonesia HANYA ada dalam khayalan saja!

Silakan download informasi dari Bank Mandiri berikut.
https://www.google.com/search?q=kandungan%20impor%20dari%20industri%20manufaktur%20masih%20tinggi&ie=utf-8&oe=utf-8

Bagi PRAKTISI industri manufaktur di Indonesia nilai rupiah yang berada di kisaran Rp. 9000-an sampai Rp. 10.000-an per USD baru bisa bersaing, sedangkan nilai rupiah saat ini telah berada di angka Rp. 13.350 per USD. Jika nilai rupiah ini terus-menerus melemah maka hampir 90% industri-industri manufaktur di Indonesia akan bangkrut!

Krisis ekonomi yang telah mulai melanda industri-industri manufaktur di Indonesia sejak Januari 2015 adalah menghantam dari dua sisi sekaligus, yaitu sisi supply and demand. Dari sisi supply ditandai dengan peningkatan biaya produksi yang lebih tinggi sekitar 30%-40% sedangkan dari sisi demand ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat terhadap produk-produk industri manufaktur Indonesia sehingga penjualan menurun.

Krisis ekonomi memang biasanya bermula dari sektor-sektor produktif (industri primer, sekunder, dan tersier). Jika industri bangkrut atau menurun drastis, maka akan terjadi PHK secara besar-besaran. Konsekuensinya penganguran meningkat, daya beli masyarakat yang mayoritas bersumber dari hasil gaji/upah tenaga kerja akan menurun yang berakibat kontribusi dari sektor konsumsi masyarakat menurun. Jika ekspor juga menurun dan konsumsi masyarakat menurun, maka satu-satunya sumber penggerak ekonomi HANYA dari sektor konsumsi pemerintah yang hanya sekitar 8% itu dalam perekonomian Indonesia. Untuk pembiayaan pemerintah, maka pemerintah menambah HUTANG yang berakibat lagi terkuras devisa yang sangat besar. Perekonomian melambat, kemudian menurun, dan terjadilah KRISIS ekonomi bagi negara itu. Sangat RASIONAL hasil analisis berdasarkan FAKTA, BUKAN pernyataan asal-asalan yang menyenangkan hati!

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/05/21/095412926/Ekonomi.Lesu.Ratusan.Ribu.Pekerja.Kena.PHK

Pemerintah telah tahu, hanya sebagai pejabat negara maka TIDAK BOLEH mengungkapkan keadaan yang sesungguhnya agar TIDAK menimbulkan kepanikan dan keresahan dalam masyarakat. Kita yang HARUS pandai-pandai mengantisipasi perekonomian keluarga/rumah tangga kita, agar HANYA berdampak kecil pada masalah finansial keluarga.


Apakah suka-sukanya pemerintah menetapkan kurs rupiah terhadap mata uang asing, terutama USD?

Ini faktor-faktor yang paling dominan yang mempengaruhi nilai tukar mata uang suatu negara dibandingkan mata uang negara lain. Jika mau menetapkan kurs rupiah Rp. 9.000 – Rp. 10.000 per USD, PERBAIKI dahulu variabel-variabel penentu itu.
http://www.seputarforex.com/artikel/forex/lihat.php?id=133671

Salam SUCCESS.

WordPress Tabs Free Version

Posted in
css.php