-
Bahasa Indonesia
-
English
Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt & Certified Management System Lead Specialist
- APICS (www.apics.org) Certified Fellow in Production and Inventory Management (CFPIM) and Certified Supply Chain Professional (CSCP);
- International Quality Federation (www.iqf.org) Six Sigma Master Black Belt (SSMBB);
- ASQ (www.asq.org) Certified Manager of Quality/Organizational Excellence (CMQ/OE), Certified Quality Engineer (CQE), Certified Quality Auditor (CQA), Certified Six Sigma Black Belt (CSSBB), Certified Quality Improvement Associate (CQIA);
- Registration Accreditation Board (www.exemplarglobal.org) Certified Management System Lead Specialist (CMSLS).
- Senior Member of American Society for Quality (Member #: 00749775), International Member of American Production and Inventory Control Society (Member #: 1023620), and Senior Member of Institute of Industrial and Systems Engineers (Member #: 880194630).
- Insinyur Profesional Utama (IPU) – Persatuan Insinyur Indonesia (PII)
Metodologi Sistem belum banyak dipahami oleh akademisi maupun praktisi di Indonesia, sehingga menyebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis sistem menjadi lambat. Demikian pula pembangunan berbasis sistem terintegrasi belum dilakukan untuk mencapai keunggulan-keunggulan seperti efektivitas, efisiensi, produktivitas dan kualitas yang memenuhi persyaratan, kebutuhan dan kepuasan pihak-pihak yang terlibat dan berkepentingan (stakeholders).
Tulisan ini akan membahas tentang metodologi sistem untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta aplikasi untuk peningkatan kinerja sistem.
Sistem, Rekayasa Sistem, dan Perilaku Berbasis Sistem
Sistem adalah sekumpulan elemen terintegrasi, sub-sistem, atau rakitan (assemblies) yang mencapai tujuan tertentu sesuai kesepakatan yang didefinisikan. Elemen-elemen ini termasuk perangkat keras, perangkat lunak, firmware, proses-proses, orang-orang, informasi, teknik-teknik, fasilitas, jasa-jasa, dan elemen pendukung lain (INCOSE, 2015).
Rekayasa Sistem (System Engineering) adalah sebuah pendekatan interdisipliner atau multi disiplin dan upaya yang memungkinkan realisasi sistem yang sukses. Hal ini berfokus pada penentuan kebutuhan pelanggan dan kebutuhan fungsionalitas sejak awal mulai dari siklus pengembangan, mendokumentasikan persyaratan, dan kemudian dilanjutkan dengan sintesis desain dan validasi sistem sambil mempertimbangkan masalah secara lengkap atau komprehensif yang berkaitan dengan: operasional, biaya dan jadwal, kinerja, pelatihan dan dukungan, uji-uji, pembuatan atau pengolahan, dan pembuangan.
Rekayasa sistem mengintegrasikan semua disiplin ilmu dan kelompok khusus menjadi usaha tim yang membentuk proses pengembangan terstruktur yang dihasilkan dari konsep menjadi produksi kemudian operasional. Rekayasa sistem mempertimbangkan secara bersama kebutuhan bisnis dan kebutuhan teknis dari semua pelanggan dengan tujuan memberikan produk yang berkualitas agar memenuhi kebutuhan pengguna. (INCOSE, 2015).
Dengan demikian rekayasa sistem dapat disimpulkan secara sederhana sebagai proses iteratif yang bersifat sintesis top-down, pengembangan, dan operasional dari sistem dunia nyata yang memenuhi berbagai persyaratan dan kesepakatan agar memuaskan semua pihak yang terlibat atau semua pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Rekayasa Sistem (Systems Engineering) terdiri dari dua disiplin utama: (1) domain pengetahuan teknik di mana insinyur sistem itu beroperasi, dan (2) manajemen rekayasa sistem (systems engineering management). Sebagai misal seorang insinyur sistem peternakan apabila akan mempelajari rekayasa sistem (systems engineering), maka ia HARUS memahami domain dari pengetahuan teknik peternakan dan manajemen sistem peternakan.
Sesungguhnya rekayasa sistem (systems engineering) merupakan metodologi solusi masalah mengikuti prosedur terencana untuk mendesain dan mengkonfigurasikan sistem-sistem apa saja, khususnya sistem yang secara alamiah memiliki kompleksitas dalam hal teknik dan manajemen.
Metodologi sistem terdiri dari beberapa langkah berikut:
- Memilih sistem yang dianggap bermasalah;
- Menyatakan atau mengungkapkan situasi masalah dalam sistem itu;
- Merumuskan masalah dan mengidentifikasi akar-akar penyebab masalah dari sistem yang relevan berdasarkan tujuan bermanfaat yang ingin dicapai;
- Membangun model konseptual dari sistem yang didefinisikan berdasarkan akar-akar penyebab masalah sistem itu;
- Membandingkan model sistem dengan situasi dunia nyata;
- Menetapkan kemungkinan perubahan sistem berdasarkan pertimbangan kelayakan ekonomis dan kemungkinan SUCCESS;
- Melakukan tindakan untuk menyelesaikan masalah dalam rangka perbaikan sistem terus-menerus.
Orang-orang yang berpikir dan bertindak dalam “cara sistem (systems way”) terutama akan SUCCESS dalam riset dan praktek, sebagai peneliti atau praktisi (Lawson, 2010).
Sebagai peneliti, mereka berhasil tidak hanya menerapkan pemikiran sistem terhadap topik yang akan diteliti termasuk mengaitkan dengan teori-teori sistem, tetapi mereka juga mempertimbangkan aplikasi metodologi pendekatan pemikiran sistem sejak perencanaan sampai pelaksanaan riset.
Sebagai praktisi rekayasa sistem, maka keterlibatan mereka dapat ditunjukan dalam Bagan 1 tentang metodologi sistem terlampir di atas.
Hal yang paling utama dari manfaat berpikir dengan cara sistem adalah membangun kebiasaan-kebiasaan seperti yang telah diidentifikasi oleh Water Foundation (2017) berikut:
- Mencari untuk memahami gambaran besar (big picture);
- Mengamati bagaimana elemen dalam sistem berubah dari waktu ke waktu, sehingga menghasilkan pola dan kecenderungan (trend);
- Mengakui bahwa struktur sistem (elemen dan interaksinya) yang menghasilkan atau membentuk perilaku;
- Mengindentifikasi sifat-sifat alamiah dari hubungan sebab-akibat yang kompleks;
- Mengubah perspektif untuk meningkatkan pemahaman;
- Mempertimbangkan sebuah masalah atau isu secara lengkap dan menolak keinginan untuk sampai pada kesimpulan singkat secara cepat;
- Mempertimbangkan bagaimana model mental mempengaruhi realitas saat ini dan di masa yang akan datang;
- Menggunakan pemahaman struktur sistem untuk mengidentifikasi tindakan
pengaruh yang mungkin dilakukan; - Mempertimbangkan konsekuensi jangka pendek maupun jangka panjang dari tindakan yang dilakukan;
- Menemukan di mana konsekuensi yang tidak diinginkan akan muncul;
- Mengakui dampak penundaan waktu ketika mengeksplorasi hubungan sebab-akibat;
- Memeriksa hasil dan mengubah tindakan jika diperlukan.
Jika kebiasaan-kebiasaan cara berpikir sistem itu belum mempengaruhi atau mengubah perilaku kita, maka hal itu berarti kita belum menerapkan cara berpikir sistem dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan sejarah singkat, metodologi sistem mulai berkembang pada tahun 1937 dan publikasi atau hasil kerja berikut yang sangat signifikan memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu sistem (INCOSE, 2015).
- 1937: Team Multi disiplin menganalisis sistem pertahanan udara Inggris;
- 1939–1945: Laboratorium Bell mendukung pengembangan proyek peluru kendali NIKE;
- 1951–1980: Sistem pertahanan udara SAGE didefinisikan dan dikelola oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT);
- 1954: Rekomendasi dari RAND Corporation untuk mengadopsi terminologi rekayasa sistem (systems engineering);
- 1956: Penemuan analisis sistem oleh RAND Corporation;
- 1962: Publikasi buku Metodologi untuk Rekayasa Sistem (A Methodology for Systems Engineering) oleh Arthur D. Hall;
- 1969: Pemodelan system perkotaan oleh Jay Forrester dari Massachusetts Institute of Technology (MIT);
- 1990: National Council on Systems Engineering (NCOSE) dibentuk;
- 1995: NCOSE berganti nama menjadi INCOSE (International Council on Systems Engineering) untuk menampung pandangan internasional;
- 2008: ISO, IEC, IEEE, INCOSE, PSM, dan organisasi lain mengharmonisasikan konsep-konsep rekayasa sistem (systems engineering) menjadi ISO/IEC/IEEE 15288:2008 (Edisi pertama);
- 2015: ISO/IEC/IEEE 15288:2015 diterbitkan (Edisi kedua)
Keterkaitan Sistem Pendidikan dengan Organisasi
Jika Sistem Pendidikan di Indonesia menerapkan metodologi sistem sejak awal, maka pihak manajemen pendidikan akan mampu mengaitkan dengan kebutuhan organisasi seperti ditunjukan dalam Bagan 2 terlampir. Dalam Bagan 2 organisasi dipandang sebagai satu sistem terintegrasi yang bertujuan menghasilkan nilai tambah kepada semua pihak yang terlibat dan berkepentingan (stakeholders).
Metodologi Sistem Berbasis Standar Internasional ISO/IEC/IEEE 15288:2015
Desain dan implementasi metodologi sistem berbasis ISO/IEC/IEEE 15288:2015 dapat ditunjukan dalam Bagan 3 terlampir.
Dalam Bagan 3 kita mengetahui bahwa terdapat empat elemen utama dalam proses siklus hidup sistem yang terdiri dari 30 proses berikut:
A. Proses Kesepakatan yang terdiri dari dua proses berikut:
- Proses akuisisi (klausul 6.1.1)
- Proses pasokan (klausul 6.1.2)
B. Proses Pengaktifan Proyek Organisasi yang terdiri dari enam proses berikut:
- Proses manajemen model siklus hidup (klausul 6.2.1)
- Proses manajemen infrastruktur (klausul 6.2.2)
- Proses manajemen portofolio (klausul 6.2.3)
- Proses manajemen sumber daya manusia (klausul 6.2.4)
- Proses manajemen kualitas (klausul 6.2.5)
- Proses manajemen pengetahuan (klausul 6.2.6)
C. Proses Manajemen Teknikal yang terdiri dari delapan proses berikut:
- Proses perencanaan proyek (klausul 6.3.1)
- Proses pengendalian dan penilaian proyek (klausul 6.3.2)
- Proses manajemen keputusan (klausul 6.3.3)
- Proses manajemen risiko (klausul 6.3.4)
- Proses manajemen konfigurasi (klausul 6.3.5)
- Proses manajemen informasi (klausul 6.3.6)
- Proses pengukuran (klausul 6.3.7)
- Proses jaminan kualitas (klausul 6.3.8)
D. Proses Teknikal yang terdiri dari 14 proses berikut:
- Proses analisis misi atau bisnis (klausul 6.4.1)
- Proses definisi persyaratan dan kebutuhan pemangku kepentingan (klausul 6.4.2)
- Proses definisi persyaratan dan kebutuhan sistem (klausul 6.4.3)
- Proses definisi arsitektur sistem (klausul 6.4.4)
- Proses definisi desain sistem (klausul 6.4.5)
- Proses analisis sistem (klausul 6.4.6)
- Proses implementasi sistem (klausul 6.4.7)
- Proses integrasi sistem (Klausul 6.4.8)
- Proses verifikasi sistem (klausul 6.4.9)
- Proses transisi sistem (klausul 6.4.10)
- Proses validasi sistem (Klausul 6.4.11)
- Proses operasional sistem (klausul 6.4.12)
- Proses pemeliharaan sistem (klausul 6.4.13)
- Proses penonaktifan sistem/pembuangan (klausul 6.4.14)
Dari penjelasan di atas, maka kita mengetahui bahwa metodologi sistem dapat dipelajari pada semua program studi dari perguruan tinggi untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan berperilaku dalam cara-cara sistem (systems way).
Jika semua program studi di perguruan tinggi mewajibkan mahasiswa/i untuk belajar tentang metodologi penelitian dan metode-metode statistika, maka mengapa TIDAK mewajibkan mahasiswa untuk belajar tentang metodologi sistem?
Wajib belajar tentang metode-metode statistika dan analisis kuantitatif saja TIDAK CUKUP untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks dalam dunia nyata TANPA bantuan metodologi sistem!
Sebagai misal seorang sarjana peternakan yang TIDAK memahami metodologi sistem hampir dapat dipastikan akan mengalami kesulitan juga untuk memahami dan mengelola sistem-sistem terintegrasi seperti ditunjukan dalam Bagan 4 terlampir.
Bagan 4 adalah CLAFIS (Crop, Livestock and Forests Integrated System) yang dipergunakan untuk otomatisasi intelegensia, pemrosesan, dan pengendalian sistem terintegrasi antara pertanian, peternakan, dan kehutanan. CLAFIS bertujuan untuk meningkatkan daya saing para petani Eropa melalui efisiensi biaya produksi dan meningkatkan profitabilitas industri pertanian, peternakan dan kehutanan di negara-negara Eropa melalui berfokus pada:
- produsen peralatan pertanian, peternakan dan kehutanan Eropa (terutama Usaha Kecil Menengah), agar menyediakan produk perangkat lunak dan pengembangan sistem perangkat lunak dalam bentuk produk canggih serta fungsional yang berbiaya rendah dalam bidang pertanian, peternakan, dan kehutanan dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi dalam rangka menciptakan sistem pertanian cerdas (smart agriculture system).
- pengguna akhir dalam produksi pertanian, peternakan dan kehutanan, di mana teknologi ini akan beroperasi di belakang layar untuk membangun interkoneksi tanpa masalah dan tanpa gangguan. Fungsionalitas peralatan lapangan yang disempurnakan itu akan mampu membangun dan mengembangkan sistem pertanian cerdas.
Manfaat teknologi CLAFIS terhadap berbagai rantai pasokan pertanian, peternakan dan kehutanan meliputi:
- Penyediaan platform untuk membantu interoperabilitas, konektivitas dan koherensi antara sistem, peralatan dan proses-proses pertanian;
- Penyediaan alat untuk penggunaan yang efektif dan akses sumber data pertanian oleh petani dan pengguna akhir melalui teknologi canggih;
- Penerapan format data standar untuk pemanfaatan sumber informasi dan data penelitian pertanian yang lebih baik;
- Penyediaan platform yang menyediakan standar bagi pengembang pihak ketiga untuk produk dan layanan pertanian yang inovatif;
- Akses ke pengetahuan pertanian melintasi negara, menjangkau daerah pinggiran di mana pun berada, melalui integrasi ekstensif alat-alat dan mesin-mesin canggih);
- Penyediaan alat untuk jaringan profesional untuk berbagi pengalaman dan praktek terbaik, termasuk komunikasi dengan staf, pemasok, pengecer, konsultan, pelanggan, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan;
- Panduan real-time dan onsite beserta pelacakan otomatis proses dan aktivitas dalam sistem pertanian;
- Memiliki keamanan, kehandalan, keamanan data cadangan, privasi pada tingkat tertinggi;
- Biaya sistem menjadi rendah, dan diperkirakan akan turun secara signifikan seiring dengan meningkatnya volume komponen sistem produksi (perangkat keras / perangkat lunak), karena komponen tersebut digunakan kembali dan / atau diperbaiki secara terus-menerus di masa depan.
Kematangan Pemikiran Sistem
Thwink.org (2017) membagi pemikiran sistem ke dalam beberapa tingkat berikut.
- Tingkat 0. Tidak Sadar — Sepenuhnya tidak mengetahui konsep pemikiran sistem.
- Tingkat 1. Kesadaran Dangkal — Pemikir sistem pada Tingkat 1: Kesadaran Dangkal cukup sadar akan konsep sistem namun tidak memahaminya dengan baik. Masalahnya di sini adalah tipe orang ini mungkin merasa sebagai telah memahami dan berpikir sistem, tetapi sesungguhnya mereka bukan pemikir sistem yang benar. Mereka yang berada pada Tingkat 1: Kesadaran Dangkal ini, tidak mendapatkan manfaat dari analisis berpikir sistem yang sebenarnya. Mereka juga tidak bisa menilai yang mana merupakan sistem yang baik dan yang mana merupakan sistem buruk? Mereka yang berada pada tingkat 1: Kesadaran Dangkal ini sering disebut sebagai pemikir sistem semu.
- Tingkat 2. Kesadaran Mendalam – Pemikir sistem yang berada pada Tingkat 2: Kesadaran Mendalam ini sepenuhnya menyadari konsep kunci pemikiran sistem dan memiliki pemahaman yang baik akan pentingnya dan potensi manfaat dari pemikiran sistem. Mereka dapat membaca diagram alir sebab-akibat dan model simulasi sederhana, dapat berpikir sedikit dalam hal loop umpan balik, namun mereka belum dapat menciptakan diagram dan model sistem yang baik.
- Tingkat 3. Pemula — Seorang pemikir sistem pemula memiliki kesadaran yang dalam dan mulai melakukan penetrasi atau “membedah” kotak hitam untuk mengetahui mengapa sebuah sistem berperilaku seperti itu?. Paling sedikit mereka telah belajar bagaimana menciptakan diagram alir sebab akibat dan dapat menggunakannya untuk solusi masalah yang mudah dan sedikit masalah sistem yang kompleks. Seorang pemikir sistem pemula yang baik akan mampu membaca model simulasi sistem secara baik.
- Tingkat 4. Ahli — Seorang ahli telah melakukan langkah-langkah raksasa lebih jauh daripada seorang pemula. Mereka telah belajar bagaimana membuat model simulasi yang benar menggunakan alat-alat dinamika sistem. Hal ini memungkinkan mereka memecahkan masalah sistem yang rumit atau kompleks.
- Tingkat 5. Guru — Ini adalah seorang ahli berpengalaman yang mampu mengajar orang lain untuk menjadi ahli dan yang dapat membuat kontribusi penting untuk memecahkan masalah sistem yang kompleks dan sangat sulit.
Berdasarkan pengalaman penulis tingkat kemajuan seorang pemikir sistem akan meningkat secara pesat bersamaan dengan aplikasi pemikiran sistem dalam dunia nyata setelah yang bersangkutan berada pada Tingkat 2: Kesadaran Mendalam.
Lulusan perguruan tinggi di Indonesia seharusnya berada pada minimum Tingkat 2: Kesadaran Mendalam dan/atau Tingkat 3: Pemula, sedangkan para dosen di perguruan tinggi Indonesia minimum harus berada pada Tingkat 4: Ahli dan/atau Tingkat 5: Guru. Tanpa pemikiran sistem yang baik di era informasi dan ilmu pengetahuan sekarang ini, maka mereka yang tidak memiliki keterampilan pemikiran sistem akan semakin tertinggal dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat.
Kesimpulan
Jika kita memahami dan mampu menerapkan metodologi sistem secara baik, maka kita akan memiliki kompetensi untuk mendesain, merencanakan, menerapkan, mengendalikan, dan meningkatkan kinerja terus-menerus sistem-sistem apa saja yang ada dalam dunia nyata. Hal ini secara otomatis akan meningkatkan produktivitas dan kualitas pada level optimum (atau mendekati optimum) sehingga mampu memenuhi berbagai persyaratan, kebutuhan, dan kepuasan pihak-pihak yang terlibat dan berkepentingan (stakeholders).
Referensi
- CLAFIS (Crop, Livestock and Forests Integrated System), 2017. http://www.clafisproject.eu/.
- International Council on Systems Engineering (INCOSE). 2015. Systems Engineering Handbook: A Guide for Systems Life Cycle Processes and Activities., 4th edition, John Wiley & Sons, New Jersey, xii+290 pages.
- ISO/IEC/IEEE 15288:2015. Systems and Software Engineering—System Life Cycle Processes. ISO, Geneva, Switzerland.
- Lawson, H. 2010. A Journey Through the Systems Landscape. Kings College
Publications, UK. - Thwink.org. 2017. The Levels of Systems Thinking Maturity. http://www.thwink.org/sustain/glossary/SystemsThinking.htm (Accessed on 11 November, 2017).
- Water Foundation, 2017. Systems Thinking. Retrieved from Systems Thinking in Schools: http://watersfoundation.org/systems‐thinking/overview/ (accessed on November 10, 2017).
Systems Methodology for Science and Technology Development and Systems Performance Improvement Practices
By: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt & Certified Management System Lead Specialist
- APICS (www.apics.org) Certified Fellow in Production and Inventory Management (CFPIM) and Certified Supply Chain Professional (CSCP);
- International Quality Federation (www.iqf.org) Six Sigma Master Black Belt (SSMBB);
- ASQ (www.asq.org) Certified Manager of Quality/Organizational Excellence (CMQ/OE), Certified Quality Engineer (CQE), Certified Quality Auditor (CQA), Certified Six Sigma Black Belt (CSSBB), Certified Quality Improvement Associate (CQIA);
- Registration Accreditation Board (www.exemplarglobal.org) Certified Management System Lead Specialist (CMSLS).
- Senior Member of American Society for Quality (Member #: 00749775), International Member of American Production and Inventory Control Society (Member #: 1023620), and Senior Member of Institute of Industrial and Systems Engineers (Member #: 880194630).
- Insinyur Profesional Utama (IPU) – Persatuan Insinyur Indonesia (PII) // Primary Professional Engineer – Association of Indonesian Engineers
Systems methodology has not been widely understood by academics and practitioners in Indonesia; thus, leading to slow development of science-and-technology-based systems. Similarly, integrated system-based development has not been done to achieve advantages such as effectiveness; efficiency; productivity and quality that meet the requirements, needs, and satisfaction of the stakeholders involved.
This paper will discuss the systems methodology for science and technology development along with the applications for system performance improvement.
Systems, Systems Engineering, and System-Based Behavior
Systems is a set of integrated elements, sub-systems, or assemblies that achieve a specific goal according to a defined agreement. These elements include hardware, software, firmware, processes, people, information, techniques, facilities, services and other support elements (INCOSE, 2015).
Systems Engineering is interdisciplinary or multidisciplinary approach and effort that enable the realization of a successful system. It focuses on determining customer needs and functional requirements from the start of the development cycle; documenting requirements; and then continuing with design synthesis and system validation while considering full or comprehensive issues related to: operation, cost and schedule, performance, training and support, testing, manufacturing or processing, and disposal.
Systems Engineering integrates all disciplines and special groups into team effort that forms a structured development process resulting from concept into production and later operation. Systems engineering considers together the business and technical needs of all customers with the goal of delivering quality products to meet the needs of users. (INCOSE, 2015).
Therefore, systems engineering can be summed up simply as an iterative process of top-down syntesis, development, and operation from a real-world system that meets various requirements and agreements in order to satisfy all stakeholders involved.
Systems Engineering consists of two main disciplines: (1) the domain of engineering knowledge in which that systems’ engineer operates, and (2) the systems engineering management. For example, a livestock systems engineer, who would study systems engineering, MUST understand the knoledge domain of farming techniques and livestock systems management.
Indeed, systems engineering is a problem solving methodology that follows a planned procedure for designing and configuring any systems, especially systems that naturally have complexity in engineering and management.
Systems methodology consists of the following steps:
- Choosing the system that is considered problematic;
- Declaring or disclosing the problem situation in that system;
- Formulating the problem and identifying the root causes of the problem from the relevant system based on the beneficial goal to be achieved;
- Building a conceptual model of the defined system based on the root causes of that system’s problem;
- Comparing systems model with the real-world situation;
- Establishing the possiblility of systems change based on economic feasibility and SUCCESS probability;
- Taking action to resolve the problem in order to continuously improve the system
People who think and act within “systems way” will especially be SUCCESSFUL in researches and practices, as researchers or practitioners (Lawson, 2010).
As researchers, they succeeded by, not only applying systems thinking to the topics to be studied including linking to systems theories, but also considering the application of methodology to systems thinking approach from planning through to research implementation.
As systems engineering practitioners, their involvement can be demonstrated in Chart 1 of the systems methodology above.
The main thing about the benefit of thinking by means of systems is to build the following habits as identified by the Water Foundation (2017):
- Seeking to understand the big picture;
- Observing how the elements within the system change over time, resulting in patterns and trends;
- Recognizing that the systems structure (its elements and interactions) produce or shape behavior;
- Identifying the nature of complex causal relationships;
- Changing perspective to improve understanding;
- Considering a problem or issue completely and resisting the urge to arrive at a brief conclusion quickly;
- Considering how mental model affects the current and future realities;
- Using the understanding of systems structure to identify possible influential actions;
- Considering the short- and long-term consequences of the action taken;
- Finding out where undesirable consequences will arise;
- Recognizing the impact of time delays when exploring causal relationships;
- Checking results and changing actions if needed.
If those habits of the system’s way of thinking have not influenced or changed our behavior, then it means that we have not applied systems thinking in everyday life.
Based on a brief history, systems methodology began to develop in 1937 and the following publications or works contributed very significantly to the development of systems science (INCOSE, 2015).
- 1937: Multi-disciplinary team analyzed the British air defense system;
- 1939–1945: Bell Laboratory supported the development of NIKE missile project;
- 1951–1980: SAGE air defense system was defined and managed by the Massachusetts Institute of Technology (MIT);
- 1954: Recommendations from RAND Corporation to adopt systems engineering terminology;
- 1956: The invention of systems analysis by RAND Corporation;
- 1962: Book publication of “A Methodology for Systems Engineering” by Arthur D. Hall;
- 1969: Modeling of urban systems by Jay Forrester from Massachusetts Institute of Technology (MIT);
- 1990: National Council on Systems Engineering (NCOSE) was formed;
- 1995: NCOSE was renamed INCOSE (International Council on Systems Engineering) to accommodate international outlook;
- 2008: ISO, IEC, IEEE, INCOSE, PSM, and other organizations harmonized systems engineering concepts into ISO/IEC/IEEE 15288:2008 (First edition);
- 2015: ISO/IEC/IEEE 15288:2015 was published (Second Edition)
Linkage of Education System to Organization
If the Education System in Indonesia applied systems methodology from the beginning, then the education management would be able to relate to the needs of the organization as shown in Chart 2 attached below. In Chart 2, the organization is viewed as an integrated system that aims to generate added values to all stakeholders involved.
Metodologi Sistem Berbasis Standar Internasional ISO/IEC/IEEE 15288:2015
Systems Methodology Based on ISO/IEC/IEEE 15288:2015 International Standard
The design and implementation of systems methodology based on ISO/IEC/IEEE 15288:2015 are shown in Chart 3 below.
Dalam Bagan 3 kita mengetahui bahwa terdapat empat elemen utama dalam proses siklus hidup sistem yang terdiri dari 30 proses berikut
In Chart 3, we know that there are four main elements within the systems life cycle process, consisting of the following 30 processes:
A. Agreement Process consists of the following two processes:
- Acquisition process (clause 6.1.1)
- Supply process (clause 6.1.2)
B. Organization’s Project Activation Process consists of the following six processes:
- Life cycle model management process (clause 6.2.1)
- Infrastructure management process (clause 6.2.2)
- Portfolio management process (clause 6.2.3)
- Human resource management process (clause 6.2.4)
- Quality management process (clause 6.2.5)
- Knowledge management process (clause 6.2.6)
C. Technical Management Process consists of the following eight processes:
- Project planning process (clause 6.3.1)
- Project control and assessment process (clause 6.3.2)
- Decision management process (clause 6.3.3)
- Risk management process (clause 6.3.4)
- Configuration management process (clause 6.3.5)
- Information management process (clause 6.3.6)
- Measurement process (clause 6.3.7)
- Quality assurance process (clause 6.3.8)
D. Technical Process consists of the following 14 processes:
- Mission or business analysis process (clause 6.4.1)
- Definition of stakeholders’ requirements and needs process (clause 6.4.2)
- Definition of requirements and systems requirements process (clause 6.4.3)
- Definition of systems architecure process (clause 6.4.4)
- Defintion of systems design process (clause 6.4.5)
- Systems analysis process (clause 6.4.6)
- Systems implementation process (clause 6.4.7)
- Systems integration process (clause 6.4.8)
- Systems verification process (clause 6.4.9)
- Systems transition process (clause 6.4.10)
- Systems validation process (clause 6.4.11)
- Operational systems process (clause 6.4.12)
- Systems maintenance process (clause 6.4.13)
- Systems deactivation/disposal process (clause 6.4.14)
From the above explanation, then we know that systems methodology can be studied on all university courses to improve the ability to think and behave in the systems way.
If all study programs in higher edication require students to learn about research methodology and statistical methods, then why DON’T they require students to learn about systems methodology?
Compulsory learning about statistical methods and quantitative analysis alone are NOT ENOUGH to solve complex problems in the real world WITHOUT the help of systems methodology!
For example a bachelor of livestock who does NOT understand systems methodology will almost certainly also have difficulty to understand and manage the integrated systems as shown in Chart 4 below.
Chart 4 is CLAFIS (Crop, Livestock and Forests Integrated System), which is used for automation of intelligence; processing; and control of integrated systems between agriculture, livestock and forestry. CLAFIS aims to improve the competitiveness of European farmers through the efficiency of production costs and increase the profitability of agriculture, livestock and forestry industries in European countries by focusing on:
- producers of European agricultural, livestock and forestry equipment (especially Small and Medium Enterprises) to provide software products and software systems development in the form of high-quality, functional, and low-cost products in agricultural, livestock and forestry fields in order to create smart agriculture system.
- end users in agricultural, livestock and forestry production, where this technology will operate behind the scene to build interconnection without problems and without interruption. The enhanced functionality of those field equipment will be able to build and develop smart agriculture system.
Manfaat teknologi CLAFIS terhadap berbagai rantai pasokan pertanian, peternakan dan kehutanan meliputi
The benefits of CLAFIS technology toward various agricultural, livestock and forestry supply chains include:
- Provision of platforms to help interoperability, connectivity and coherence between agricultural systems, equipment and processes;
- Provision of tools for effective use and access of agricultural data sources by farmers and end-users through advanced technology;
- Application of standard data format for better utilization of information resources and agricultural research data;
- Provision of platforms that provides standards for third-party developers for innovative agricultural products and services;
- Access to agricultural knowledge across the country, reaching the outskirts wherever located, through extensive integration of sophisticated tools and machineries);
- Provision of tools for professional networks to share experiences and best practices, including communications with staff, suppliers, retailers, consultants, customers, and other interested parties;
- Real-time and on-site guides along with automatic tracking processes and activities in agricultural systems;
- Having security, reliability, backup data security, and privacy at the highest level;
- System costs become low and are expected to drop significantly as the volume of production systems (hardware/software) components increases due to those components will be reused and/or improved continuously in the future.
Maturity of Systems Thinking
Thwink.org (2017) divides systems thinking into the following levels:
- Level 0. Unawareness — Fully unaware of systems thinking concept
- Level 1. Superficial Awareness — Systems thinkers at Level 1: Superficial Awareness are quite aware of the systems concept; but do not understand it well. The problem here is that these people may feel to have understood and thought the systems, but in fact they are not the correct systems thinkers. Those people, who are at this Level 1: Superficial Awareness, do not benefit from the actual systems thinking analysis. They also cannot judge which is a good system and which is a bad system. Those people at this Level 1: Superficial Awareness are often referred to as pseudo-systems thinkers.
- Level 2. Deep Awareness – Systems thinkers at this Level 2: Deep Awareness are fully aware of the key concept of systems thinking and they have a good understanding of the importance and potential benefits of system thinking. They can read cause-and-effect flow diagrams and simple simulation models. They can also think a little in term of feedback loop; but they have not been able to create good systems diagrams and models.
- Level 3. Beginner — Beginner systems thinkers have deep awareness and begin to penetrate or “dissect” the black box to find out why a system behaves that particular way. At the very least, they have learned how to create cause-and-effect flow diagrams and can use them for easy problem-solving tool and a little bit of complex systems problem. Good beginner systems thinkers will be able to read the systems simulation model well.
- Level 4. Expert — Experts have taken giant steps further than beginners. They have learned how to make the correct simulation model using dynamic systems tools. This allows them to solve complex systems problems.
- Level 5. Teacher — These are experienced experts who are able to teach others to become experts and able to make important contributions to solve extremely complex and difficult systems problems.
Based on the author’s experience, the level of progress of a systems thinker will increase rapidly and simultaneously with the application of systems thinking in the real world after that systems thinker has been in Level 2: Deep Awareness.
University graduates in Indonesia should be at a minimum of Level 2: Deep Awareness and/or Level 3: Beginner, while the instructors in Indonesian universities must be at least at Level 4: Expert and/or Level 5: Teacher. Without good systems thinking in today’s information and science era, those who do not have the systems thinking skills will get left behind in the wake of the rapid development of science and technology.
Conclusion
If we understood and were able to apply systems methodology well, then we would have the competency to design, plan, implement, control, and improve the ongoing performance of any systems that exist in the real world. This would automatically increase the productivity and quality at the optimum level (or near the optimum); thus, making it able to meet the various requirements, needs, and satisfaction of the stakeholders involved.
References
- CLAFIS (Crop, Livestock and Forests Integrated System), 2017. http://www.clafisproject.eu/.
- International Council on Systems Engineering (INCOSE). 2015. Systems Engineering Handbook: A Guide for Systems Life Cycle Processes and Activities., 4th edition, John Wiley & Sons, New Jersey, xii+290 pages.
- ISO/IEC/IEEE 15288:2015. Systems and Software Engineering—System Life Cycle Processes. ISO, Geneva, Switzerland.
- Lawson, H. 2010. A Journey Through the Systems Landscape. Kings College
Publications, UK. - Thwink.org. 2017. The Levels of Systems Thinking Maturity. http://www.thwink.org/sustain/glossary/SystemsThinking.htm (Accessed on 11 November, 2017).
- Water Foundation, 2017. Systems Thinking. Retrieved from Systems Thinking in Schools: http://watersfoundation.org/systems‐thinking/overview/ (accessed on November 10, 2017).