2016

Home » Blog » 2016 » Penelitian Untung vs. Sial Secara Ilmiah

05-10-16

Penelitian Untung vs. Sial Secara Ilmiah



  • Bahasa Indonesia
  • English

Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt

Profesor Richard Wiseman dari University of Hertfordshire Inggris, mencoba meneliti hal-hal yang membedakan orang-orang yang beruntung dengan orang-orang yang sial. Wiseman merekrut sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu beruntung, dan sekelompok lain yang hidupnya selalu mengalami kesialan. Memang kesan nya seperti main-main, bagaimana mungkin keberuntungan bisa diteliti. Namun ternyata memang orang yang beruntung bertindak berbeda dengan mereka yang sial.

Misalnya, dalam salah satu penelitian “the Luck Project” ini, Wiseman memberikan tugas untuk menghitung berapa jumlah foto dalam koran yang dibagikan kepada dua kelompok tadi. Orang-orang dari kelompok sial memerlukan waktu rata-rata 2 (dua) menit untuk menyelesaikan tugas ini melalui menghitung foto-foto itu satu per satu, mulai dari foto pertama sampai foto terakhir. Sementara mereka dari kelompok Untung hanya perlu beberapa detik saja!

Mengapa dapat cepat? Ya, karena sebelumnya pada halaman kedua Wiseman telah meletakkan tulisan yang kecil berbunyi “berhenti menghitung sekarang! ada 43 gambar di koran ini”. Kelompok sial melewatkan tulisan ini karena asyik menghitung foto-foto itu dalam koran. Bahkan, lebih iseng lagi, di tengah-tengah koran, Wiseman menaruh pesan lain yang bunyinya: “berhenti menghitung sekarang dan bilang ke peneliti Anda menemukan ini, dan menangkan $250!” Lagi-lagi kelompok sial melewatkan pesan tadi, karena keasyikan menghitung foto-foto dalam koran itu, sehingga mengabaikan pesan apapun! Memang benar-benar sial!

Dari penelitian yang diklaimnya ilmiah (scientific) ini, Wiseman menemukan 4 faktor yang membedakan mereka yang beruntung dari yang sial:

  • Sikap terhadap kesempatan atau peluang (opportunity).

Orang beruntung ternyata memang lebih terbuka terhadap kesempatan atau peluang. Mereka lebih peka terhadap adanya kesempatan, pandai menciptakan kesempatan, dan bertindak ketika kesempatan itu datang. Orang beruntung membaca tulisan: OPPORTUNITY IS NOWHERE sebagai: OPPORTUNITY IS NOW HERE—Kesempatan adalah SEKARANG, sedangkan orang sial tetap membaca: OPPORTUNITY IS NOWHERE—kesempatan tidak ada di mana-mana!


Bagaimana hal ini memungkinkan?

Ternyata orang-orang yg beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka terhadap interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan jaringan-jaringan kerja (networking) baru. Orang yang sial lebih tegang sehingga tertutup terhadap kemungkinan- kemungkinan baru. Sebagai contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di New York hendak menjual toko permata nya, tanpa disengaja sewaktu berjalan di depan Plaza Hotel, dia mendengar seorang wanita memanggil pria di sebelahnya: “Mr. Buffett!” Hanya kejadian sekilas yang mungkin akan dilewatkan kebanyakan orang yang kurang beruntung. Tapi Helzberg berpikir lain. Ia berpikir jika pria di sebelahnya ternyata adalah Warren Buffett, salah seorang investor terbesar di Amerika, maka dia berpeluang menawarkan jaringan toko permata nya. Maka Helzberg segera menyapa pria di sebelahnya, dan betul ternyata dia adalah Warren Buffett. Perkenalan pun terjadi dan Helzberg yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal Warren Buffett, berhasil menawarkan bisnisnya secara langsung kepada Buffett, bertemu muka. Setahun kemudian Buffett setuju membeli jaringan toko permata milik Helzberg. Betul-betul ia beruntung.

  • Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan.

Orang yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika. Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan “hati nurani” (intuisi) daripada hasil otak-atik angka yang canggih. Angka-angka akan sangat membantu, tetapi keputusan akhir berdasarkan intuisi yang kuat. Barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani tadi akan sulit didengar jika otak kita diisi dengan hal-hal kecil dan rumit yang berkelanjutan alias tak berkesudahan. Makanya orang beruntung umumnya memiliki metode untuk mempertajam intuisi mereka, misalnya melalui meditasi yang teratur, merenung tentang berbagai keberhasilan dan keberuntungan masa lalu, berdialog dengan Tuhan (pengalaman pribadi saya untuk meningkatkan ketajaman intuisi adalah melalui berdialog dengan Tuhan). Pada kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, apalagi selalu berfokus pada Tuhan, maka intuisi kita akan lebih tajam dan mudah diakses. Dan apabila hal ini semakin sering digunakan, maka intuisi kita juga akan semakin tajam.

Banyak teman saya yang bertanya, “mendengarkan intuisi” itu bagaimana? Berdialog dengan Tuhan itu bagaimana? Apakah tiba-tiba ada suara yang terdengar menyuruh kita melakukan sesuatu? Jawaban terhadap pertanyaan ini sangat sulit karena bersifat pribadi (subyektif), harus dirasakan dan dialami sendiri! Namun pengalaman pribadi saya adalah muncul suara dalam hati nurani dan itu yang saya laksanakan. Saya percaya akan prinsip “TAAT” kepada Tuhan, yaitu:

  • T = Tuhan berfirman sesuai yang ada dalam kitab suci,
  • A = Aku percaya dan melakukan sesuai firman Tuhan,
  • A = Aku melakukan yang Aku bisa TANPA secara sengaja membuat kesalahan,
  • T = Tuhan melakukan hal-hal yang Aku TIDAK bisa.
  • Selalu berharap kebaikan akan datang.

Orang yang beruntung ternyata selalu “gede rasa (ge-er)” terhadap kehidupan. Selalu berprasangka baik bahwa kebaikan akan selalu datang kepadanya. Dengan sikap mental yang demikian, mereka lebih tahan terhadap ujian yang menimpa mereka, dan akan lebih positif dalam berinteraksi dengan orang lain. Coba saja kita lakukan test sendiri secara sederhana, tanya orang sukses yang kita kenal, bagaimana prospek masa depan mereka?. Pasti mereka akan menceritakan optimisme dan harapan-harapan besar mereka!

  • Mengubah hal yang buruk menjadi baik.

Orang-orang beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan mengubahnya menjadi kebaikan. Bagi mereka setiap situasi selalu ada sisi baiknya. Dalam salah satu pengujian, Prof Wiseman meminta peserta untuk membayangkan sedang pergi ke bank dan tiba-tiba bank tersebut diserbu kawanan perampok bersenjata. Dan peserta diminta mengutarakan reaksi mereka. Reaksi orang dari kelompok sial pada umumnya adalah: “wah sial benar hari ini, saya berada di tengah-tengah perampokan”. Sementara reaksi orang beruntung, adalah: “untung saya ada di sana, sehingga saya bisa menuliskan pengalaman saya untuk media dan dapat uang”. Apapun situasinya orang yg beruntung pokoknya selalu bersikap positif terus! Orang-orang yang beruntung cepat mampu beradaptasi dengan situasi buruk dan mengubahnya menjadi keberuntungan.


Sekolah Keberuntungan

Bagi mereka yang kurang beruntung, Prof Wiseman bahkan membuka “Luck School”, sekolah ini bisa juga ditiru untuk dibangun di NTT agar menciptakan banyak orang yang beruntung!

Latihan yang diberikan Wiseman untuk orang-orang semacam itu adalah dengan membuat “Luck Diary”, buku harian keberuntungan. Setiap hari, peserta harus mencatat hal-hal positif atau keberuntungan yang terjadi.

Catatan: pengalaman pribadi saya adalah melalui membuat “kotak keberuntungan”, di mana setiap saya memperoleh keberuntungan atau hasil positif yang besar, saya menulis pada secarik kertas, lalu memasukkan kertas itu ke dalam kotak. Pada tanggal 31 Desember jam 24:00 (12 malam) saya membuka kotak itu, kemudian menerapkan konsep “DUIT = Doa 3M, Usaha, Ikhtiar, Tawakal” untuk tahun mendatang yang akan mulai dilaksanakan lagi hal-hal besar pada tanggal 1 Januari jam 00.00 sampai 31 Desember Jam 24:00, demikian seterusnya!. Di dalam “kotak keberuntungan” itu saya menulis “KOMITMEN PRIBADI”, misalnya: Jika saya berhasil, maka saya HARUS menerima REWARD dari saya berupa: tuliskan hal-hal apa yang disukai (misalnya: jalan-jalan ke luar negeri, mengganti mobil, merenovasi rumah, dll). Hal ini menerapkan prinsip: Motivation vs. Reward & Recognition ke dalam diri kita!

Prof. Wiseman melarang keras menuliskan kesialan pada orang-orang sial yang masuk sekolah keberuntungan itu! Pada awalnya mungkin sulit, tapi begitu mereka bisa menuliskan satu keberuntungan, besok-besoknya akan semakin mudah dan semakin banyak keberuntungan yg mereka tuliskan.

Dan ketika mereka melihat beberapa hari ke belakang “Lucky Diary” mereka, maka mereka semakin sadar betapa beruntungnya mereka. Dan sesuai prinsip “law of attraction”, semakin mereka memikirkan betapa mereka beruntung, maka semakin banyak lagi peristiwa atau hal-hal keberuntungan yang datang pada hidup mereka.


Menerapkan Formula E + R = O (Event + Response = Outcome)

Jika kita memperhatikan Orang-orang Beruntung vs. Orang-orang Sial di atas, maka perbedaan terletak dalam aplikasi formula berikut: E + R = O (Event + Response = Outcome). Berdasarkan formula ini, prinsip utama adalah: kita TIDAK dapat mengubah suatu peristiwa (Event) yang TELAH terjadi, tetapi kita dapat mengubah Response (R) untuk memberikan Outcome (O) sesuai yang kita inginkan.

Sebagai misal peristiwa yang terjadi adalah ke-GAGAL-an (Event = GAGAL), maka orang-orang Sial biasanya menanggapi secara NEGATIF (Response = NEGATIF) dengan menyalahkan orang lain dan/atau lingkungan, sehingga Outcome (O) yang diperoleh tetap GAGAL (Outcome = GAGAL). Bagi orang-orang beruntung, meskipun mengalami peristiwa yang sama (Event = GAGAL), tetapi mereka menanggapi secara POSITIF (Response = POSITIF) sehingga pada akhirnya menimbulkan Outcome (O) yang sesuai harapan (Outcome = SUCCESS). Dengan demikian 100% tanggung jawab apakah kita akan Beruntung (SUCCESS) atau Sial (GAGAL) tergantung pada diri kita sendiri.

Saya pribadi, jika mengalami ke-GAGAL-an (Event = GAGAL), maka akan menanggapi secara POSITIF (Response = POSITIF) agar terus berfokus pada Outcome (O) yang menuju SUCCESS (Outcome = SUCCESS). Sehingga ke-GAGAL-an (Event = GAGAL) dapat ditanggapi POSITIF sebagai pembelajaran yang lebih giat lagi (Response = POSITIF) agar Outcome (O) di waktu yang akan datang tetap SUCCESS (Outcome = SUCCESS). Sehingga ke-GAGAL-an (Event = GAGAL) dapat ditanggapi secara POSITIF (Response = POSITIF) sebagai SUCCESS yang tertunda, agar pada waktu yang akan datang Outcome (O) tetap SUCCESS (Outcome = SUCCESS).

Dengan demikian saya menggunakan akronim GAGAL berikut merupakan bentuk Response = POSITIF terhadap peristiwa (Event = GAGAL) yang telah terjadi, agar Outcome (O = SUCCESS).

  • G = Gairah (Tetap bergairah menuju Outcome = SUCCESS)
  • A = Alasan mengapa terjadi ke-GAGAL-an (Proses pembelajaran mencari akar-akar penyebab dari masalah)
  • G = Gagasan kreatif untuk menghilangkan akar-akar penyebab terjadi ke-GAGAL-an itu.
  • A = Aksi nyata menerapkan tindakan kreatif untuk menghilangkan akar-akar penyebab ke-GAGAL-an itu.
  • L = Lanjutkan hidup ini menuju Outcome = SUCCESS yang telah menjadi tujuan atau target yang telah ditetapkan.

Jika kita menerapkan formula: E + R = O (Event + Response = Outcome), maka TIDAK ada alasan lagi bahwa kita akan terus-menerus Sial (mengalami ke-GAGAL-an terus-menerus).

Jadi, sesederhana itu rahasia si Untung. Ternyata semua orang juga bisa BERUNTUNG! Siap mulai menjadi si Untung?

Salam SUCCESS.

WordPress Tabs Free Version

Posted in
css.php