-
Bahasa Indonesia
-
English
PDCA Flow Chart (Designed and Applied By: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt)
Saya adalah orang yang terbuka dan TIDAK MALU mengungkapkan kekurangan termasuk ke-GAGAL-an agar menjadi bahan pembelajaran untuk TIDAK LAGI melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Saya SANGAT YAKIN bahwa mereka yang TIDAK mengikuti prinsip-prinsip STANDAR ketika melakukan perencanaan (Plan) dan melaksanakan aktivitas TANPA Action Plan yang benar (Do) maka HAMPIR PASTI (probabilitas 99,9%) akan GAGAL (Check: Actual tidak sesuai atau lebih kecil dari Target). Dan apabila dalam hal ini kita TIDAK melakukan solusi masalah, maka kita akan menyerah pada NASIB Karena ketidak-tahuan harus berbuat apa lagi.
Sejak belajar PDCA pertama kali 1988 di Institut Teknologi Bandung (ITB) ketika mengikuti kuliah S3 Teknik Sistem dan Manajemen Industri saya TELAH mendesain dan menerapkan PDCA dalam bentuk flowchart terlampir (hasil KREATIF VG agar bisa mengikuti kuliah S3 Teknik Sistem dan Manajemen Industri, Karena berlatar belakang S1 Peternakan dan S2 Statistika Terapan).
Catatan: Tidak ada model PDCA berbentuk Flowchart dalam buku-buku teks, yang ada berbentuk Roda sehingga disebut PDCA Cycle (PDCA Wheel).
Desain PDCA berbentuk flowchart yang dibuat oleh VG ini yang membentuk kerangka berpikir saya dalam melakukan berbagai keputusan, apapun hasilnya: SUCCESS atau GAGAL.
Jika GAGAL (Check: Actual < Target), maka jalur Problem Solving yang dilakukan melalui memperbaiki Plan (P) dan/atau Do (D). Jika SUCCESS (Check: Actual >= Target), maka jalur STANDARDISASI (Act to Standardize) yang diterapkan, bisa memperkuat KARAKTER kita jika diterapkan pada diri sendiri atau membuat SOPs (Standard Operating Procedures) jika diterapkan pada team (together everyone achieves more) atau organisasi.
Keterampilan berpikir PDCA ini yang TIDAK diterapkan oleh banyak orang di Indonesia, termasuk di perguruan tinggi Indonesia, sehingga lulusan dari universitas TIDAK menjadi seorang Problem Solver menggunakan kerangka kerja PDCA (Plan-Do-Check-Act).
Menggunakan kerangka PDCA terlampir, maka kita bisa mendesain SUCCESS sejak awal agar sesuai TARGET, dan apabila GAGAL kita dapat mengetahui mengapa kita GAGAL. Sehingga melakukan solusi masalah (problem solving).
Dalam kasus ujian pertama kali ASQ dan VG TIDAK LULUS, maka saya mencoba mempelajari mengapa terjadi ke-GAGAL-an? Dengan mencari penyebab pada Plan (P) dan Do (D), Karena secara sistem manajemen, jika pada tahap Check (C ): ACTUAL TIDAK SESUAI TARGET (A < T), maka berarti ada kesalahan pada Plan (P) dan/atau Do (D). Setelah tiga kali GAGAL baru saya menemukan sesungguhnya inilah sumber-sumber penyebab mengapa saya GAGAL mengikuti ujian ASQ.
Saya mencoba merefleksikan diri dan SADAR diri (inti perbaikan: kesadaran diri/self awareness) bahwa KOMPETENSI saya memang tidak memenuhi Standar ASQ, meskipun saya adalah seorang Doktor Lulusan ITB (IP = 4,0). Sekaligus menjadi bahan koreksi bagi pribadi saya agar tidak GAGAL lagi di masa yang akan datang karena bersumber pada penyebab yang sama.
Sumber ke-GAGAL-an VG Mengikuti Ujian ASQ (1 – 3 kali):
Perencanaan (Plan):
- Terlalu percaya diri (over confidence): merasa diri seorang Doktor ITB (IP = 4,0)
- Tidak membaca Body of Knowledge (BoK) secara menyeluruh (Tidak peduli dan tidak mau tahu tentang Body of Knowledge)
- Kurangnya pengalaman kerja di bagian yang menguji Body of Knowledge (BoK): Karena bekerja pada manajemen yang belum professional ketika itu.
- Tidak memahami tingkat kognitif untuk setiap bagian dari Body of Knowledge (BoK) mengikuti taksonomi Bloom. Tidak tahu apa itu: Remember, Understand, Apply, Analyze, Evaluate, Create.
- Tidak menggunakan bahan referensi yang tepat (tidak tahu buku referensi yang sesuai dengan Body of Knowledge)
- Tidak menyadari akan pentingnya alat bantu seperti ujian simulasi dengan soal yang berbeda dalam jumlah cukup banyak (Jika ingin aman harus berlatih ujian simulasi sekitar 10 kali jumlah soal real dalam ujian ASQ)
- Manajemen waktu yang buruk (Karena tidak berlatih ujian simulasi)
- Tidak memahami sistem penilaian kelulusan yang menggunakan skor “cutoff” (cutoff score): menggunakan prinsip statistika, akan dibahas dalam tulisan berikut.
- Tidak mengetahui kekuatan dan kelemahan dari setiap topik yang ada dalam Body of Knowledge (BoK), Karena TIDAK berlatih ujian simulasi menggunakan alat bantu ujian simulasi (ada dijual dalam bentuk Exam Guide softwares)
- Tidak mengorganisasikan buku referensi menggunakan post-it agar cepat mengetahui posisi dari setiap item penting dari Body of Knowledge dalam buku referensi itu (cara belajar yang SALAH karena menganggap Open Book Exam akan MUDAH)
Pada Waktu Ujian (Do):
- Tidak mengetahui secara pasti jawaban yang benar (Karena tidak berlatih ujian simulasi dan tidak memahami KONSEP)
- Terlalu sering membuka buku referensi (Karena tidak memahami jawaban yang PASTI benar)
- Tidak mengikuti prinsip 30-60-90 (30 detik untuk soal mudah, 60 detik untuk soal dengan tingkat kesulitan sedang, dan 90 detik untuk soal dengan tingkat kesulitan tinggi)
- Kurang percaya diri dan menjadi gugup (Konsekuensi dari poin-poin di atas).
- Dan lain
Tulisan berikut (bagian terpisah) akan membahas tentang Strategi Agar Mengikuti Ujian ASQ dan Probabilitas Lulus 99,9% (Agar 100% LULUS HARUS ber-DOA: Depend On Allah).
Sesungguhnya kunci dari Solusi Masalah apabila GAGAL adalah menggunakan akronim GAGAL berikut:
- G = Gairah terus-menerus menuju SUCCESS (Coba lagi)
- A = Alasan mengapa gagal? (cari di bagian Plan/P dan Do/D, PASTI ada penyimpangan dari STANDAR)
- G = Gagasan untuk memperbaiki kesalahan di bagian Plan (P) dan Do (D)- Desain Action plan yang BENAR sejak awal sebelum memulai aktivitas apapun yang penting.
- A = Action Plan diterapkan sesuai desain awal yang BENAR itu
- L = Lanjutkan menciptakan target-target baru yang lebih tinggi agar mencapai SUCCESS terus-menerus.
Salam SUCCESS.
Do Not Pass ASQ Test: Must Do Problem Solving
PDCA Flow Chart (Designed and Applied By: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma Master Black Belt)
I am a person who is open and NOT ASHAMED to reveal my shortcomings, including FAILURES so that they become learning materials for NOT making the same mistakes over and over again. I’m VERY SURE that those who DO NOT follow STANDARD principles when Planning and those who carry out activities WITHOUT the correct Action Plan (Do), then ALMOST SURELY (probability of 99.9%) FAIL (Check: Actual is incompatible or smaller than Target). And if in this case, we do NOT do the problem solving, we will then just surrender to FATE because of the ignorance of not knowing what to do anymore.
Since learning PDCA first time in 1988 at Bandung Institute of Technology (ITB) when attending Doctorate program in System Engineering and Industrial Management, I HAVE designed and implemented PDCA in the form of the attached flowchart above (VG’s CREATIVE yield in order to be able to take the Doctorate program in System Engineering and Industrial Management, due to the previous background of Bachelor of Livestock Science and Master of Applied Statistics).
Note: There is no Flowchart-shaped PDCA model in textbooks, what exists is the wheel-shaped so-called PDCA Cycle (PDCA Wheel).
This flowchart-shaped PDCA design made by VG is what shapes my framework of thinking in making various decisions, regardless of their outcomes: SUCCESS or FAILURE.
If FAILS (Check: Actual < Target), then the Problem Solving path is done through repairing Plan (P) and/or Do (D). If SUCCEED (Check: Actual >= Target), then the applied STANDARDIZATION path (Act to Standardize), can strengthen our CHARACTER if applied to oneself or can create SOPs (Standard Operating Procedures) if applied to a TEAM (Together Everyone Achieves More) or organization.
These PDCA thinking skills are what are NOT applied by many people in Indonesia, including in Indonesian universities, so that graduates from universities DO NOT become Problem Solvers who use PDCA framework (Plan-Do-Check-Act).
Using the attached PDCA framework above, we then can design SUCCESS from the beginning in order to fit the TARGET, and if something FAILED, we could find out why we FAILED; thus we’d do the problem solving.
In the case of the first ASQ exam and VG DID NOT PASS, I tried to learn why did the FAILURE happen? By looking for the cause on the Plan (P) and Do (D), because as the management system, if in the Check (C) phase: ACTUAL IS NOT COMPATIBLE TO TARGET (A < T), then it means that there is an error in the Plan (P) and/or Do (D). After FAILED three times, I then found these were the root causes of why I FAILED the ASQ exam.
I tried to reflect on myself and be self-AWARE (core improvement: self-awareness) that I actually did not meet the ASQ Competency Standards, although I was a Doctoral graduate of ITB (with GPA = 4.0). All these became a correction material for me personally so not to FAIL again in the future because it came from the same root causes.
VG’s causes of FAILURE when Taking ASQ Exam (1 – 3 times):
Planning:
- Overconfidence: believed that I was a Doctor from ITB (GPA = 4.0)
- Did not read the Body of Knowledge (BoK) thoroughly (did not care and did not want to know about the Body of Knowledge)
- Lacked work experience in the section that tested the Body of Knowledge (BoK): due to working in the management that had not been professional yet at the time.
- Did not understand the cognitive level for each part of the Body of Knowledge (BoK) following Bloom’s taxonomy. Did not know what that was: Remember, Understand, Apply, Analyze, Evaluate, Create.
- Did not use the appropriate reference material (did not know the appropriate reference book for the Body of Knowledge)
- Did not realize the importance of tools such as simulated exams with different questions in considerable numbers of questions (If you want to be safe, you must practice simulated exams about 10 times the real number of questions in the ASQ exam)
- Poor time management (because I did not practice the simulated exam)
- Tidak memahami sistem penilaian kelulusan yang menggunakan skor “cutoff” (cutoff score): menggunakan prinsip statistika, akan dibahas dalam tulisan berikut.
Did not understand the passing assessment system that used the cutoff score: using statistical principles; it will be discussed in the following article. - Did not know the strengths and weaknesses of each existing topic in the Body of Knowledge (BoK), because I did NOT practice the simulated exam using the simulated exam tools (these are sold in the form of Exam Guide software)
- Did not organize the reference book by using post-it notes in order to quickly determine the page numbers of each important item of the Body of Knowledge in the reference book (WRONG way of learning because I considered Open Book Exam would be EASY)
During the Exam (Do):
- Did not know exactly the right answers (because I did not practice the simulated exam and did not understand CONCEPT)
- Too often opened the reference book (because I did not understand the most SURELY correct answer)
- Tidak mengikuti prinsip 30-60-90 (30 detik untuk soal mudah, 60 detik untuk soal dengan tingkat kesulitan sedang, dan 90 detik untuk soal dengan tingkat kesulitan tinggi)
Did not follow the principle of 30-60-90 (30 seconds for an easy question, 60 seconds for a question with a medium level of difficulty, and 90 seconds for a question with a high difficulty level) - Lack confidence and became nervous (Consequences of the points above).
- etc.
The following article (in separate section) will discuss Strategies To Take ASQ Exam with 99.99% Passing Probability (To PASS 100%, you MUST ber-DOA: Depend On Allah // Pray: Depend On God)
Sesungguhnya kunci dari Solusi Masalah apabila GAGAL adalah menggunakan akronim GAGAL berikut:
Indeed the key to Problem Solving when FAILED is by using the following acronym of GAGAL // FAIL:
- G = Gairah terus-menerus menuju SUCCESS (Coba lagi) // Continuous passion towards SUCCESS (Try again)
- A = Alasan mengapa gagal? (cari di bagian Plan/P dan Do/D, PASTI ada penyimpangan dari STANDAR) // The reason why it failed? (Look at the Plan/P and Do/D, SURELY there must be deviations from STANDARD)
- G = Gagasan untuk memperbaiki kesalahan di bagian Plan (P) dan Do (D) – Desain Action plan yang BENAR sejak awal sebelum memulai aktivitas apapun yang penting // The idea to correct the error on the Plan (P) and Do (D) – Design Action Plan CORRECTLY from the beginning before starting any important activity
- A = Action Plan diterapkan sesuai desain awal yang BENAR itu // Action Plan is implemented according to that CORRECT initial design
- L = Lanjutkan menciptakan target-target baru yang lebih tinggi agar mencapai SUCCESS terus-menerus // Continue by creating new and higher targets in order to achieve continuous SUCCESS
Best Regards for SUCCESS.